Wednesday 7 November 2012

I LOVE YOU AYAH!


Namaku Ana.. Pertama kali aku berhubungan seks adalah tak lain dan tak bukan bersama ayah kandungku sendiri. Ceritanya begini. Saat itu umurku baru 14 tahun.. Ibuku telah meninggalkan kami sejak aku kecil lagi untuk mencari kehidupan mewah bersama lelaki lain. Ayahku pula seorang peniaga alat sukan. Aku seorang anak tunggal. Ketika umurku 14 tahun aku menpunyai tubuh seperti perempuan dalam lingkungan umur 20an. Aku mempunyai dada yang mampat. Saiz coliku pada waktu itu adalah 38C. Pinggangku masih dalam 24inch dan punggungku saiz 36. Sepanjng hidup kecilku sentiasa dengan ayah. segala permintaanku, dia akan cuba turuti memandangkan aku adalah anaknya seorang dan disayangiku bagai menatang minyak yang penuh.

Saat umurku 12 tahun ayah pernah cuba berdating dengan perempuan lain tapi tak ada jodoh... ada mak janda, ada mak dara... sampai tiba masanya dia kata padaku; 'Ana... Ana tak rasa sunyi ke tak ada Ibu atau adik beradik?'tanya Ayah 'Tak pun.. Ana happy camnie.. Kenapa Ayah taknak kahwin ngan orang lain? tanyaku balik 'Entahlah.. barangkali tak ada perempuan yang boleh ganti ibu kamu... Ayah pun lebih ok camnie.. Ada anak dara satu pon dah pening kepala..' seloroh Ayah. Ayahku orangnya tinggi lampai dan mempunyai badan yang tegap.. maklumlah bekas seorang bodybuilder tempatan saat mudanya. Kini dia masih menjaga badannya dengan baik sebab dia menpunyai alat gym yang lengkap di rumah. Segala tentang dirinya masih lagi kelihatan muda. Setakat rambut putih kelihat sedikit. Dia mempunyai senyuman yang cukup menawan. Teman2 sekolahku pun pernah menyatakan bahawa Ayahku handsome orangnye.. Kadang aku juga berasa megah menpunyai ayah seperti Ayahku..

Sebelum hari lahirku yang ke 16, Ayah bertanya apa aku inginkan untuk hadiah.. Aku hanya meminta Ayah mengajak aku bercuti di Langkawi and seutas beg LV kerana kebetulan hari lahirku jatuh pada cuti sekolah. Ayah menyatakan semuanaya sudahpun diatur seperti yang ku mahu.. Sejak aku baligh, aku sentiasa ada teringin tahu apakah rasanya seorang berhubungan seks.. Adakah seperti buku novel romance yang aku baca di khutubkhanah? Aku sering bermimpi membayang diriku sedang hangat bersetubuh bersama lelaki yang tak ku kenali... Aku sering terasa basah seluar dalamku pada esok pagi kerana mimpiku. Tak pernah pun aku meceritakan tentang mimpiku itu pada Ayah.

Pada hari lahirku kami berdua beranak tiba di Casa Del Mar.. Sangat romantis dan cantik hotel itu..Seperti yang aku bayangkan. Kami tiba di waktu senja dan just in time for makan malam. Aku dihadiahi beg idamanku dan juga kek hari jadiku yang indah.. Aku berasa sangat gembira.Di saat itu aku memakai baju off shoulder hitam yang pendek yang kelihatan seksi dibeli sebelum hari lahirku. Setelah makan malam aku dan ayah berjalan di taman open air itu sambil berbual 'Ana.. happy tak hari ni? 'Happy ayah... rasa macam puteri kayangan' kataku ' Ana, you have always been my princess.. Ana istimewa pada diri ayah' kata ayahku sambil memelukku. Di saat pelukkan Ayah; aku mula dadaku berdegup dengan kuat..Seperti kejutan elektik.. Aku tak tahu mengapa. Ayah terus mencium pipiku.. Aku rasa terpegun.. Ciuman itu bukan seperti ciuman saat kecilku tapi ciuman seperti seorang lelaki dan perempuan.. Aku hanya tersenyum tapi hatiku seperti inginkan sesuatu.

'Ayahh.. ana rasa ngantuk nak tidur la ayah.. 'Mari kita pulang ke bilik masing2' kata Ayahku Bilikku dan Ayahku adalah adjoining suite. maksudnya ada pintu antara dua bilik. Aku masuk ke bilikku laku mula membuka baju dan berbogel untuk mandi..Saat aku mula membuka shower, tiba2 aku terasa tangan memegangku.. aku berpaling dan alagkah terkejutnya apabila Ayah yang berseluar pendek datang memelukku lagi... Kali ini perasaanku tidak boleh terbendung lagi... Ayah mula mencium leherku... Aaahhh. sensitifnya tempat itu... 'Ayah... kenapa kita rasa begini...' aku berdesah 'Ayah sendiri tidak tahu... Ana terlalu cantik seperti ibumu..Maafkan Ayah tapi Ayah tidak boleh terbendung perasaan Ayah terhadap Ana.. kata Ayahku sambil memeluk mendakap dan mencium pipiku..Tangannya mula rasa liang tubuhku yang basah.. Ayah... Ana tak tahan.. dengan ciuman Ayah nie.. Ana... Ayah sayangkan Ana.. 'Ana juga Ayah.. Ayah tak sanggup... Ana anak Ayah.. tapi... Tapi apa Ayah..?? ' aku mengeluh... Ayah terus mendukungku lagi membaringkanku atas katilku.. Dia terus mencium mulutku bertubi- tubi... hairannya aku turut menciuminya.. Tanganya meraba buah dadaku yang montok ini.. Ayah.... I think I am in love with you Ayah!!! Ana love Ayah.. I want to be your lover Ayah... Sambil mengisap buah dadaku; ayah berkata.. Are you sure Ana??? Apa yang Ayah lakukan, there is no turning back.. Ana sanggup ayah... Ana nakkan Ayah!! Aku terus merangkul Ayah lalu menjilat lehernya..

Ayah terus membuka seluar pendeknya... Alangkan terkejutnya aku melihat senjata Ayahaku... untuk pertama kalinya.. Ana... Ana takkan menyesal.. Ayah akan bahagiakan Ana.. Ayah takkan tinggalkankan Ana.. "Kau sungguh cantik. Kini kau sudah dewasa. Tubuhmu indah dan jauh lebih berisi.., mmpphh..", katanya sambil menciumi bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya. Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Begitu lembut dan hati-hati. Hatiku semakin melambung tinggi mendengar semua kekagumannya terhadap tubuhku. Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah dan kini jauh lebih berisi. Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di dada. Permukaan perut yang rata, pinggul yang membulat padat berisi menyambung dengan buah pantatku yang ‘jack’.

Diwajah ayah kulihat memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang dipenuhi bulu-bulu hitam lebat, kontras dengan warna kultiku yang putih mulus. Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalam. Aku mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat. Ayah... show me your love please... Ayah menempatkan diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan koneknya ditempelkan pada bibir kemaluanku. Digesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Aku merasa ngilu bercampur geli dan nikmat. Cairan yang masih tersisa di sekitar itu membuat gesekannya semakin lancar karena licin. Aku terengah-engah merasakannya. Kelihatannya dia sengaja melakukan itu. Apalagi saat moncong koneknya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang.

Ayah menatap tajam melihat reaksiku. Aku balas menatap seolah memintanya untuk segera memasuki diriku secepatnya. Tiba2 aku macam sudah rasa mcm seorang professional sedang ini kali pertama... Ayah serperti tahu apa yang kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk segera menikmati batang koneknya dalam pukiku. Aku ingin segera membuatnya ‘KO’. Terus terang aku sangat kagum dengan keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku sanggup membuatnya cepat-cepat mencapai puncak kenikmatan. Ayah.... cepat... 'Cepat apa sayang?.... Cepatlah.... Ana nak ayah buat apa? CEPAT MASUKKAN KONEK AYAM DALAM PUKI ANA!!!!! Aku macam tak percaya dengan kata2ku itu.. Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya// inikan kali pertama Ana, kata ayahku dengan penuh kemenangan telah berhasil menaklukan diriku. Aku menunggu cukup lama gerakan konek ayah memasuki diriku. Serasa tak sampai-sampai. Selain besar, konek ayah cukup panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat batangnya terasa mampat di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati. Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam.

Ayah mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam liang memekku membuat konek ayah keluar masuk dengan ketatnya. Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama tusukannya. Sakit mula terasa.. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung kewanitaanku. Ayah tahu apa yang kuinginkan. Ia bisa mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di surga merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang ayahku mengisi penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa pedih di seluruh dinding vaginaku. "Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..", aku meintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Kembali aku mengakui keperkasaan dan kelihaian ayahku di atas ranjang. Ia begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya.

Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan takkan menyesali kenikmatan yang kualami. Sedap tak terhingga... Ayah sedapnya rasa konek ayahhh.... Hentaklah kuat2! Ayah bergerak semakin cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitive. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan seperti gelombang mencecah pertahananku. Sementara ayah dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan. Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang semakin mendekati puncaknya. Melihat reaksiku, ayah mempercepat gerakannya. Batang konek yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan terkoyak akibatnya. Kulihat tubuh ayah sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat terkena sinar lampu kamar.

Aku mencuba meraih tubuh ayah untuk mendekapnya. Dan disaat-saat kritikal, aku berhasil memeluknya dengan erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat. Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara keduan tanganku menggapai buah pantatnya dan menekannya kuat-kuat. Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong. Tubuhku mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua kalinya saat itu. "Ayah.., oohh.., Yaahh..", hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya. "Sayang nikmatilah semua ini. Ayah ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang belum pernah kamu alami", bisik ayah dengan mesranya. "Ayah sayang padamu, ayah cinta padamu. Ayah ingin melepaskan kerinduan yang tersimpan selama ini..", lanjutnya tak henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantik.

Aku mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa keindahan ini kualami bersama ayahku sendiri? Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan tenunganku kembali gairahku. Aku masih gian dengannya. Sampai saat ini ayah belum juga mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai utang yang belum terbayar. Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan seperti apa yang telah dia berikan kepadaku. Aku sadar kenapa diriku menjadi ghairah untuk melakukannya dengan sepenuh hati. Timbulnya pikiran ini membuatku semakin bergairah. Apalagi sejak tadi ayah terus-terusan menggerakan kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong tubuh ayah hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menicumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya. Kembali kuselomoti batang kontolnya yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat, mulutku mengemut-emut.

Tanganku mengocok-ngocok batangnya. Kulirik ayah kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuh ayah. Selangkanganku berada persis di atas batangnya. "Akh sayang!" pekik ayahku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki liang pukiku. Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh batangnya. Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda liar yang sedang birahi. Aku tak ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada pelanggan. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya gelek bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan semua jurus yang kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayahku sendiri! Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti.

Tangan ayah mencengkeram kedua buah dadaku, diremas dan dicubit2. Ayah lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan ke atas dadaku. Menciumi putting susuku. Menghisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas. Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan panasnya udara meski hotel menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lekat satu sama lain. Aku berkutat mengaduk-aduk pinggulku. Ayah menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permainan kami semakin meningkat dahsyat. Ayahhhh..... hentakkan lagi.... Sedappppppp.... Ooohhh Anaaaa..... Katil dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Kurasakan ayah mulai memperlihatkan tanda-tanda. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini.

Tak selang beberapa detik kemudian, akupun merasakan desakan yang sama. Aku tak ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeria. Aku sudah tak perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang! Upayaku ternyata tidak percuma. Kurasakan tubuh ayah mulai mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau terluka. Aku pun merintih persis kuda betina liar yang sedang birahi. "Eerrgghh.. oouugghh..!" ayah berteriak panjang, tubuhnya menghentak-hentak liar. Tubuhku terbawa goncangannya. Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya. Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung vaginaku. Pancutan begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku.

Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan bersenggama dengan ayahku. Tubuh kami bergulingan di atas katil sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami terjatuh dari katil Untunglah katil itu tidak terlalu tinggi dan permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terluka... Nikmatnya tak terkata.... Selama tiga hari kami di hotel... kami bersetubuh tanpa henti seperti pasangan yang berbulan madu.. Hingga sekarang aku masih bersetubuh dengan ayahku... .. Kami sudah berpindah ke laur negara agar boleh hidup sebagai sepasang suami isteri... Kami kahwin secara sivil.. Belum lagi dikurniai anak.. Aku tidak menyesal atas perbuatan kami... malah aku recommend it.. Sayng ayah tak sama seperti jejaka mcm mat rempit etc... Konek ayah sangat fantastik... Bye... Ayah sudah panggil untuk bersetubuh lagi..

Saturday 1 September 2012

CERITA DI JAMAICA


Latifah dan Jaafar melihat pada cermin pesawat yang sedang berlegar untuk mendarat di Jamaica. Mereka akan menghabiskan masa selama dua minggu di atas bot untuk melakukan ‘scuba diving’ serta melihat lihat batu karang di beberapa pulau.

Mereka berdua memang suka menyelam di dasar laut. Setakat di Malaysia saja, mereka sudah pergi di beberapa tempat, termasuk Sabah dan Sarawak. Apabila bekas bos Jaafar, orang Jamaica mempelawa Jaafar datang ke negaranya untuk ‘scuba driving’, maka tidak ditolak oleh Jaafar.

Mereka berdua masih muda, baru mempunyai seorang anak, yang berumur 3 tahun. Latifah berumur 29 tahun, manakala Jaafar, 32 tahun. Untuk lawatan ini, mereka terpaksa meninggalkan anak mereka di bawah jagaan orang tua Latifah.

Peringkat awalnya, mahu juga dibawa bersama, tapi oleh kerana banyak masa mereka berada di laut, ada baiknya anak mereka itu ditinggalkan dengan datuk neneknya. Sama juga seperti yang dilakukan mereka jika mereka menjelajah di dasar lautan di Malaysia.

Pesawat tersebut mendarat dan bila mereka masuk dalam bangunan lapangan terbang, mereka disambut oleh bekas bos Jaafar, Juan dan isterinya Lois. Juan membantu Jaafar berkaitan kastam, sambil Lois berbual dengan Latifah, dan setelah selesai, mereka beredar.

Latifah telah banyak kali bertemu dengan Juan, sewaktu dia bertugas di Malaysia, tetapi ini pertama kali bertemu Lois. Begitu juga Jaafar, ini pertama kali bertemu Lois.

Sewaktu Juan bertugas di Malaysia, dia masih duda, dan hanya berkahwin lagi setelah dia balik ke Jamaica. Agak berbeza kulit Juan dengan Lois, walaupun kedua duanya asal dari Jamaica.

Juan sememangnya gelap, seperti kebanyakan lelaki Jamaica, dan tidak susah untuk kenal dia orang Jamaica, tetapi bagi Lois, kulitnya cerah, macam kulit Melayu. Orangnya tinggi, lebih tinggi dari Jaafar dan Latifah.

Walaupun sudah berumur 40’an, lebih tua dari Jaafar dan Latifah, dan mempunyai anak, tetapi, oleh kerana dia juga aktif, maka tubuhnya kelihatan seperti belasan tahun. Begitu juga dengan Juan. Walaupun dia sudah berumur 50an, dan sudah bersara, tetapi dengan tubuhnya yang tinggi dan lasak serta aktif, dia kelihatan seperti orang muda dan begitu bertenaga.

Dalam kereta, Juan memberitahu yang mereka akan terus menuju ke bot, dan akan berada di laut untuk beberapa hari. Hanya akan mendarat jika perlu membeli kemudahan.

Setelah sampai di dermaga, mereka disambut oleh Lupe, kawan Juan, seorang lagi orang Jamaica, yang akan membantu Juan dan Lois membawa Latifah dan Jaafar.

Setelah selesai memunggah barang barang mereka, mereka terus berlayar. Amat cantik pemandangan yang dilihat dari atas bot. Jaafar dan Latifah tidak henti henti ambil gambar dan melihat pemandangan yang indah, yang baru untuk mereka di lautan Jamaica.

Bila cuaca sudah agak malap, Latifah dan Jaafar mohon untuk masuk ke kabin mereka, untuk menukar pakaian yang dipakai dari siang tadi.

Jaafar tidak tahu akan muslihat Juan menjemputnya datang ke Jamaica, sudah pasti dia tidak datang. Apabila Latifah beredar, Juan berkata, “wow, lihat tu, buah dada yang besar. Tidak sabar saya ingin meletakkan mulut saya di sekelilingnya.“

Lois dan Lupe ketawa bila Juan berkata begitu. Juan dan Lupe yakin tidak lama lagi mereka dapat menikmati tubuh Latifah. Bagi Juan, masanya sudah tiba untuk dia menikmati Latifah.

Sewaktu dia berada di Malaysia, ramai wanita Melayu yang dapat ditidurinya, tidak kira gadis, janda atau isteri orang. Termasuk juga wanita Cina, India dan yang lain lain. Tapi, oleh kerana kedudukannya, dia tidak berani untuk menggoda Latifah, walaupun dia memang berhajat sedemikian dahulu.

Nafsunya cukup memuncak bila dia melihat Latifah berpakaian bikini sewaktu sama sama ‘scuba diving’ di Sabah dengan Jaafar dahulu. Mahu dia mencuba waktu itu, tapi, oleh kerana kedudukannya, takut akan menjejaskan namanya. Tapi sekarang, bila Jaafar setuju untuk datang ke Jamaica, bagi Juan, ibarat seperti Jaafar menyerahkan isterinya padanya. .

Malam itu, setelah makan, mereka berehat di atas dek. Oleh kerana mereka semua agak letih dari siang, tiada banyak aktiviti dilakukan selepas itu, kecuali tidur untuk berehat.

Esoknya, seperti yang telah dirancang, mereka semua siap sedia untuk membuat ‘scuba diving’. Latifah telah memakai bikini, yang telah menampakkan susuk tubuhnya, membuat Lupe, termasuk Juan bersiul bila dia lalu. Ini membuat Latifah tersipu sipu. Dia selalu juga diusik oleh lelaki lain, tapi dengan renungan Lupe dan Juan, membuat dia gelisah.

Lois berkata, “pedulikan mereka. Yang berdua ini tidak boleh melihat orang pakai baju mandi. Tapi, awak memangnya cantik.”

Lois sendiri juga sudah berpakaian mandi, dan lebih menjolok mata. Dia cuma memakai coli kecil yang menutup hujung teteknya sahaja, dan berseluar kecil di bawah. Selain dari itu, semuanya terdedah. Tapi, bagi Lois, dia tidak kisah bila lelaki lelaki itu memandangnya.

Begitu juga dengan Juan dan Lupe, mereka memakai seluar mandi, tapi, cukup nipis, hinggakan cukup jelas kelihatan tempat kemaluan mereka yang menonjol.

Walaupun Latifah pernah pergi ‘scuba diving’ dengan Juan atau ramai pelawat pelawat lain di Malaysia, namun mereka tidak berpakaian sedemikian. Mungkin peraturan mereka di Jamaica, tidak seketat Malaysia. Latifah cuba untuk memandang tempat lain, tetapi matanya asyik melihat tempat yang tertentu itu.

Di seluar Juan dan Lupe kelihatan seperti menonjol, lebih lebih lagi Lupe. Latifah tidak pernah melihat keadaan sedemikian. Terbayang di otaknya, besar mana jika ianya terkeluar dari seluar mandi itu. Terasa malu bila dia sedar apa yang difikirkannya.

Melihat tubuh Latifah, membuat kemaluan kedua-dua lelaki itu tegang. Tanpa diduga oleh Jaafar dan Latifah, mereka bertiga sengaja berpakaian sedemikian.

Memang di Jamaica tidak melarang, tetapi bagi mereka berdua, ini untuk menggoda tetamu mereka, terutama yang wanita. Berdasarkan pengalaman yang lalu, cara begini dapat membuat tetamu mereka merasa senang. Dan dengan cara ini juga, akan memendekkan jangka waktu menunggu bagi mereka menanamkan kemaluan hitam mereka dalam kemaluan wanita wanita tersebut.

Mereka mula melakukan aktiviti ‘scuba diving’, diketuai Juan dan Lupe.

Petang itu, mereka semua bersantai di atas dek sambil makan dan minum. Tanpa diketahui oleh Latifah dan Jaafar, air minuman mereka itu telah dicampur dengan sesuatu di dalamnya. Ini kerana, setelah meminumnya, mereka terasa cukup releks dan tidak terasa malu atau segan. Cuma bagi Jaafar, dia merasa mengantuk, dan tidak pula Latifah.

Malamnya, setelah makan, mereka terus lagi bersantai di atas dek sambil meminum air yang dibuat oleh Juan. Bila sudah agak gelap sedikit, Lois memasang muzik. Dia dan Lupe menari. Juan menghampiri Latifah, mengajaknya menari.

Mula mula, dia teringin juga, tapi bila dilihatnya Jaafar agak letih dan mengantuk, dia terus minta izin untuk berehat. Ditariknya tangan Jaafar dan terus turun ke bawah berlalu masuk ke kabin. Bila sudah sampai, Jaafar terus naik katil dan tidur, begitu juga Latifah.

Lois yang masih duduk berdekatan Juan, terus datang, dan bersila atas lantai. Ditariknya seluar Juan. Juan tidak memakai seluar dalam, maka menonjol kemaluan Juan ke muka Lois.

Lois dengan pantas memegang kemaluan Juan, dan memasukkan dalam mulutnya. Juan memegang kepala Lois, sambil Lois terus menghisap kemaluan Juan.

Lupe yang berada tidak jauh dari situ, datang, bila melihat Lois menghisap kemaluan Juan, terus menarik badan Lois, dibongkokkannya tubuh Lois. Lupe membuka seluarnya, sambil sebelah tangannya, menolak pakaian Lois.

Lois juga tidak berseluar dalam, maka bila sudah terdedah punggung Lois, Lupe dengan mudah menolak kemaluannya dalam kemaluan Lois. Sambil Lupe menyetubuhi isterinya dari belakang, Juan meramas tetek isterinya yang sedang leka menghisap kemaluannya.

Perkara begini sudah sering mereka lakukan. Bagi Juan, membiarkan Lupe menyetubuhi Lois, sudah sering terjadi. Sama ada Juan ada atau tidak, Lupe boleh mendapatkan Lois bila bila masa. Lois antara mereka yang sering disetubuhi Lupe kerana Lois cukup suka dengan kemaluan besar Lupe. Ketiga tiga mereka ini boleh bersetubuh dalam jangka yang panjang.

Setelah terlelap beberapa ketika, Latifah terjaga, dan terasa dahaga. Bila dilihatnya Jaafar tengah enak tidur, Latifah keluar bersendirian untuk ke dapur. Bila dia naik tangga, dia terlihat Lois, Juan dan Lupe masih berada di tempat mereka bersantai, dan memeranjatkan Latifah, Lupe menyetubuhi Lois, manakala Lois menghisap kemaluan suaminya. Tersentak Latifah melihatnya.

Sebelum ini, tidak pernah Latifah melihat orang bersetubuh, apakan pula, yang melakukannya tiga orang, dengan Lois pula dilakukan oleh orang lain, di depan suaminya. Walaupun terperanjat, tapi, Latifah tidak berganjak melihatnya.

Fikirannya agak kelam kabut. Dia seharusnya beredar, tapi, gelora hatinya kata, lihat, dan nafsunya juga memuncak.

Juan ternampak Latifah tercegat di depan tangga melihat apa yang terjadi. Dilambainya pada Latifah untuk datang. Terperanjat Latifah bila dia tahu dia dilihat Juan, dan sambil menggelengkan kepalanya, dia merasa sedikit malu. Dia terus turun semula dalam kabin, dan baring semula sebelah Jaafar yang tengah enak tidur.

***********************
Pagi esoknya, sebelum keluar kabin, mahu Latifah beritahu Jaafar, tapi tak jadi. Bila mereka naik ke atas, Juan, Lois dan Lupe sudah bersedia di meja untuk minum pagi. Dengan selamba Juan mengucapkan selamat pagi, dan mereka semua saling ucap mengucap. Walaupun sekali sekala Juan cuba merenung Latifah, tapi, Latifah buat buat tak nampak.

Mereka meneruskan aktiviti ‘scuba diving’ sambil melihat batu karang yang amat menarik.

Sebelah petangnya, mereka berlabuh di sebuah pulau dan malamnya, selepas makan, mereka bersantai seperti semalam. Mendengar muzik dan menari. Juan masih lagi membuat air campurannya. Lois. sekali lagi memainkan music semalam dan menari dengan Lupe. Juan sekali lagi minta Latifah untuk menari.

Latifah serba salah, dipandangnya Jaafar, dan kali ini, Jaafar tersenyum. Latifah bangun, sambil Juan menarik tangannya untuk dipimpin ke tempat menari.

Mula-mula agak janggal Latifah menari, tapi lama kelamaan, dia dapat sesuaikan tarian itu. Kemudian muzik lagu perlahan. Juan dengan lembut memeluk tubuh Latifah sambil mengikut music dan menari.

Bila Juan memeluk Latifah, terasa di badan Latifah, kemaluan Juan yang menonjol, sambil buah dada Latifah bergesel dengan dada Juan. Terangsang dirasai Latifah dan dia rasa ingin berhenti.

Belum sempat dia untuk memberitahu Juan, tiba tiba, Lupe datang menariknya, sambil Lois menarik Juan. Mereka terus menari mengikut muzik. Lupe yang agak besar sedikit, sedikit kasar dengan Latifah, tapi diikutkannya juga rentak tarian Lupe.

Tanpa disedari Latifah, Juan, atau pun Lupe, sengaja menaikkan nafsu Latifah dengan mengeselkan badan mereka, terutama kemaluan mereka pada tubuh Latifah. Latifah makin lama makin teruja akan permainan mereka.

Juan kembali menari dengan Latifah. Lois yang sememangnya sepakat, terus memainkan lagu yang perlahan agar suaminya Juan atau Lupe, boleh memeluk dan memegang Latifah.

Dalam kghairahan Latifah digoda oleh lelaki lelaki itu, tiba-tiba Jaafar memberitahu pada mereka yang dia letih, dan mahu tidur. Keghairahan Latifah tersentak, kerana walaupun Jaafar ada di situ dari tadi, tapi, Latifah sudah terlupa, suaminya ada di situ, ketika dia dikhayal oleh Juan dan Lupe.

Bila terdengar suara Jaafar, baru Latifah tersentak, dan berhenti menari sambil berjalan menuju Jaafar. Mereka berdua terus turun ke bawah menuju ke kabin meninggalkan Lois, Juan dan Lupe di atas dek. Tapi, Juan tidak kecil hati, malah dia tersenyum.

“Dia akan datang,” katanya.

Sampai dalam kabin, Latifah masuk ke bilik air, dan bila dia keluar, dilihatnya Jaafar sudah tidur. Pada mulanya, Latifah ingin bermanja dengan Jaafar, tapi bila dilihatnya Jaafar sudah tidur, dia aga kecewa.

Entah macam mana, Latifah teringat apa yang dilihatnya semalam, antara, Juan, Lupe dan Lois. Adakah mereka masih melakukannnya? Antara sedar dan tidak sedar, Latifah mahu melihat. Dengan cuma memakai baju tidur, tanpa pakaian dalam, dia keluar kabin menuju tangga untuk naik ke atas.

Belum sempat dia naik, dia terdengar sedikit bunyi mengerang di bilik Lois dan Juan berdekatan tangga. Pintu bilik tersebut tidak ditutup rapat. Latifah mengintai dan dilihatnya Lois dan Lupe sedang bersetubuh.

Kaki Lois berada di bahu Lupe sambil kemaluannya melayan kemaluan Lupe. Latifah tercegat sebentar melihat mereka berdua. Kembali bernafsu tubuh Latifah melihat mereka. Takut dilihat oleh mereka, Latifah berlalu, dan terfikir di mana Juan?

Waktu itu, Juan sedang duduk di bilik jurumudi, melihat cctv. Juan cukup suka melihat Lois disetubuhi, seperti mana dia suka menyetubuhinya. Pada fikiran Juan, adalah Latifah.

Bila Latifah lalu dekat bilik jurumudi, dia terperanjat melihat Juan ada di situ. Juan melambai tangan memanggilnya. Latifah memandang kiri kanan, dan bila dilihatnya tiada sesiapa, dia pun masuk.

Setelah masuk, baru Latifah sedar yang Juan berbogel sambil memegang kemaluannya yang sudah keras tegang. Latifah terperanjat dan ingin keluar kembali, tapi ditarik tangannya oleh Juan.

Bila dia masuk kembali, dia terlihat kaca tv, dan ternampak Lois dan Lupe sedang hisap menghisap kemaluan, 69. Latifah tunduk, malu.

Juan menarik tangan Latifah, sambil merapatkan tubuhnya pada Latifah. Apabila Latifah sudah berdiri di depannya, dipeluk sambil mulutnya mencari mulut Latifah. Diciumnya Latifah bertubi tubi.

Oleh kerana Juan sudah bertelanjang bulat manakala Latifah memakai baju tidor yang nipis, maka amat terasa kemaluan Juan pada tubuhnya. Latifah terasa tangan Juan merayap di tubuhnya sambil meramas-ramas punggungnya. Terasa geli, tapi dibiarkan. Ada ketikanya, tangan kasar Juan, menyingkap baju tidur Latifah di punnggungnya, dan terasa tangan Juan, meramas ramas punggung Latifah yang terdedah.

Latifah memandang muka Juan, sambil ditarik rapat oleh Juan tubuhnya. Kaki Latifah terkangkang sedikit, bila Juan menolak ke pangkal pinggang Latifah baju tidurnya, manakala kaki Latifah di antaranya kaki Juan. Kemaluan Juan yang memang sudah tegang bergeseran dengan tubuh Latifah, dan ada waktu terkena luaran kemaluan Latifah.

Juan memegang kemaluannya dan meletakkan di hujung bibir kemaluan Latifah. Sedikit demi sedikit ditolaknya dalam kemaluan Latifah. Latifah khayal dibuat oleh Juan.

Apabila semuanya sudah masuk, Juan yang berbadan besar, terus merangkul tubuh Latifah, sambil tangan Latifah merangkul leher Juan. Mereka bercium. Latifah rasa amat seronok bila kemaluan hitam Juan benar benar berada dalam kemaluan panas nya.

Juan berhenti mencium Latifah sambil tangannya menarik baju tidur Latifah ke atas. Juan buat dengan perlahan. Setelah itu dicampakkannya baju Latifah ke tepi. Kelihatan tetek Latifah berada di depan mata Juan. Juan mengamati tetek Latifah. Dia boleh lakukan apa saja pada waktu itu. Dipegangnya tetek Latifah sambil kemaluannya masih terbenam dalam kemaluan Latifah.

Latifah terus merenung muka Juan. Dia terasa kemaluan Juan bergerak dalam kemaluannya. Dilentukkan kepalanya bila Juan terus meramas teteknya. Jauh bezanya antara kulit mereka, yang hitam dan cokelat. Apakan lagi bila ditolehnya ke bawah, yang dilihatnya bulu hitam kemaluan Juan berada di luar, sambil kemaluannya tersumbat dalam kemaluannya.

Tidak pernah di kepala otaknya untuk melakukan dengan orang lain, selain dari Jaafar. Tapi, sekarang, dia rasa, cukup seronok. Dia lupa Jaafar yang sedang tidur di bawah.

Juan telah menyetubuhi ramai wanita, yang putih, yang hitam, tapi, kali ini dia terasa cukup seronok. Juan memeluk punggung Latifah sambil mempastikan kemaluannya tidak keluar dari kemaluan Latifah. Didukungnya Latifah ke hujung bilik itu yang terdapat kerusi panjang. Dibaringkannya Latifah atas kerusi itu, sambil kemaluannya masih berada dalam kemaluan Latifah.

Setelah Latifah terbaring atas kerusi, Juan terus menciumnya, sambil tangannya meramas tetek Latifah. Sambil itu dia mula mengerakkan sedikit laju kemaluannya dalam kemaluan Latifah. Ditariknya sedikit keluar, dan ditolaknya sedikit ke dalam. Juan buat dengan perlahan seperti membelai kemaluan Latifah. Latifah meletakkan kedua dua kakinya pada pinggang Juan dan bila Juan memasuki semula kedalam kemaluannya, Latifah akan mengangkat tubuhnya untuk merapatkan kemaluannya dengan tikaman kemaluan Juan.

Juan terasa kemaluan Latifah sudah bergerak dan mungkin akan sampai. Tapi Juan tidak melajukan gerakkannya. Kelihatan Latifah sudah sampai dan terjerit manja keseronokan.

Tangannya terus memelok tubuh Juan dengan kuatnya. Juan berhenti bergerak sehingga Latifah kembali tenang. Bila dilihatnya Latifah sudah tenang, digerakkannya semula kemaluannya dalam kemaluan Latifah, dan sekali lagi Latifah terjerit keseronokan bila dia sampai kali kedua. Sekali lagi Juan berhenti, dan kemudian sambung kembali.

Hampir dua jam Juan menyetubuhi Latifah dengan gerakan yang sama dan telah membuat Latifah sampai beberapa kali. Juan mengunakan segala kemahiran dan pengalamannya untuk menyetubuhi wanita. Sekarang dia sendiri sudah tidak tahan lagi. Kemaluannya sudah penuh berair, menunggu untuk dipancutkan.

Latifah terasa yang kemaluan Juan sudah mulai mahu memuntah. Terasa kemaluannya terus tegang dan membesar dalam kemaluannya. Latifah
melintangkan kakinya dipunggung Juan dengan kuatnya, dan terus mencium muka Juan.

Juan berbisik pada Latifah, boleh saya pancut di dalam?”

Latifah hanya mengangguk kepalanya.

Juan menarik punggung Latifah ke atas hinggakan terasa kemaluannya cukup padat dalam kemaluan Latifah. Sedikit demi sedikit dipancutkan air maninya dalam kemaluan Latifah. Latifah juga terangsang dan memuncak kembali bila terasa air panas Juan masuk dalam kemaluannya.

Pancutan demi pancutan air mani Juan ditembak masuk, hingga tiada ruang lagi di dalam, dan meleleh di luar kemaluan Latifah. Hampir sepuluh minit mereka tidak berkata apa-apa cuma pancutan demi pancutan yang keluar. Dan hampir sepuluh minit lagi baru berhenti serta kemaluan Juan lembik.

Latifah baru sedar apa yang telah dilakukannya. Dengan pantas dia bangun, mencari baju tidurnya dan keluar. Sambil dia lalu di depan bilik Lois, dia lihat Lois dan Lupe berpelukan tidur. Dia terus masuk ke kabinnya dan dilihatnya Jaafar berdengkur tidur. Dia mencuci dirinya dan terus naik katil sebelah Jaafar untuk tidur.

****************
Pagi esoknya, bila Latifah terjaga, dilihatnya Jaafar sudah bangun dan sudah siap sedia. Rasa bersalah timbul difikiran Latifah. Latifah khuatir, takut Jaafar syak sesuatu. Tapi, dengan cara Jaafar bercakap, dan dengan senyuman, pasti dia tidak tahu apa yang berlaku malam tadi. Dia malah mengatakan dia cukup segar hari ini.

Setelah berpakaian, mereka berdua keluar dan bertemu yang lain di meja makan untuk makan pagi.

Selepas minum, Latifah membantu Lois mengemas pinggan pinggan, manakala yang lelaki berbincang untuk aktiviti seterusnya. Sewaktu di dapur, Lois bertanya Latifah, “bagaimana malam tadi?” .

Latifah terkejut, tapi Lois sambil tersenyum berkata, “jangan risau, kami tahu. “

Kata kata itu buat Latifah senyum sedikit, sambil bertanya Lois, bagaimana Lupe? Mereka berdua ketawa.

Kemudian Lois berbisik pada Latifah, “hari ini, Lupe mahukan awak” .

Sekali lagi Latifah tersentak, dan mengeleng kepala.

“Hiss, tak mahulah saya,” jawab Latifah, sambil menjeling kelilingnya takut didengar orang.

“Kenapa tidak? Kemaluan Lupe, lebih besar dari Juan,” kata Lois, tersenyum.

Bila Lois kata besar, fikiran Latifah gementar. Dia tak tahu kenapa, tapi, dia terasa nafsunya sentiasa membara dua tiga hari ini. Terbayang bagaimana pula besarnya Lupe, sebab Juan pun, sudah besar, jika Lupe lagi besar? Fikiran Latifah tertanya-tanya.

“Bagaimana Latifah, setuju?” Tanya Lois, membuat Latifah tersentak dari lamunan.

“Takutlah, nanti Jaafar tahu,” jawab Latifah

“Tak apa, soal Jaafar, jangan risau, kami boleh aturkan. Hari ini, awak tak perlu ikut kami ‘scuba diving’ nanti,” kata Lois.

Latifah serba salah, setuju dan tidak setuju. Belum sempat dia berkata sesuatu, kebetulan Jaafar datang untuk basuh tangan. Lois dengan pantas bersuara, “Jaafar, hari ini, Latifah tidak ikut kita, dia kurang sehat. Rasanya, masaalah wanita,” kata Lois.

Jaafar memandang Latifah dan terus mendekatkannya.

“Ya lah bang, kurang sehat badan saya lepas minum ni. Agaknya nak period,” kata Latifah.

“Oklah, kalau begitu. Rehatlah nanti,” sampuk Jaafar. Dia tidak tahu cerita sebenar di sebaliknya.

Selepas itu, semua bersedia untuk memulakan aktiviti. Latifah tertanya-tanya dihati, bagaimana aktivitinya pula, bila dilihatnya Lupe juga sudah bersedia dengan yang lain. Dipandangnya muka Lois, Lois tersenyum, dan bila dilihatnya muka Juan dan Lupe , mereka juga tersenyum.

Latifah kurang faham senyuman mereka, tapi dibiarkannya saja. Mungkin bagus juga dia tak ikut, kerana dia memang letih juga setelah dikerjakan Juan malam tadi.

Setelah semuanya terjun ke air, tinggallah Latifah seorang diri. Dia bercadang untuk ke kabin dan tidur semula.

Sampai di kabin, teringat dia belum mandi, kerana tadi dia fikir akan pergi ‘scuba diving’, tak perlu mandi dahulu. Setelah mandi, dia keluar dari bilik air yang hanya bertuala mandi di keliling tubuhnya, dia terdengar pintu kabinnya diketuk orang. Tercegat juga Latifah, kerana tadi dia lihat semua sudah terjun ke laut. Dia ingin menukar pakaian, tapi, dia rasa tak sempat. Dia berlari anak ke pintu.

Bila dibukanya, Lupe di depan pintu, tersenyum, bertuala di tubuhnya. Latifah tergamam, dan berundur ke belakang. Bila Lupe lihat Latifah berundur, dia pun masuk dan menutup pintu.

Bila sudah masuk, tanpa berkata apa apa, Lupe melucutkan tuala mandinya dan jelas kemaluannya pada Latifah. Kemaluan Lupe cukup besar, lebih besar dari kemaluan Juan, apakan lagi Jaafar. Bukan saja besar, tapi panjang.

Sedikit gementar Latifah, tapi, entah kenapa, dia terasa kemaluannya mulai berair melihat kemaluan Lupe yang berjuntai di depannya. Fikirannya terbayang kembali waktu Juan melakukannya, dan juga bila dia lihat Lois dikerjakan Lupe.

Secara spontan, Latifah membuka tuala mandi di badannya serta dengan perlahan berjalan ke katil dan terus baring bertelanjang. Terasa sedikit malu dihatinya, lalu menutup dengan tangannya di atas kemaluannya.

Lupe datang ke katil, dan duduk antara kaki Latifah. Sambil membongkok, ditolaknya tangan Latifah lalu mulutnya berada di kemaluan Latifah sambil tangannya mengangkat punggung Latifah agar kemaluan Latifah lagi dekat dengan mukanya.

Latifah lihat dengan jelas muka hitam Lupe sambil lidahnya bermain dalam kemaluannya. Lupe tidak ambil waktu yang lama, kerana dia tidak sabar untuk menikmati kemaluannya masuk dalam kemaluan Latifah. Sambil memegang kedua dua belah kaki Latifah, diletakkannya kemaluan besarnya atas permukaan kemaluan Latifah, dan dengan sekali tekan, sebahagian sudah masuk ke dalam kemaluan Latifah yang memang sudah basah.

Latifah mungkin akan terjerit jika mulut Lupe tidak berada di mulutnya. Latifah rasa sakit bila Lupe dengan pantas memasukkan kemaluan besarnya dalam kemaluan kecilnya. Bila semua sudah masuk, Latifah terasa kemaluan Lupe mencecah ke dasar kemaluannya yang belum ada sesiapa sampai, mahu pun Juan, atau Jaafar.

Bila sudah masuk semua, Lupe dengan pantas mengerakkan tubuhnya. Laju dan laju gerakan Lupe.

Latifah terasa, Lupe tidak seperti Juan. Juan lemah lembut, tapi, Lupe kasar sedikit. Apa pun, dia boleh terima. Kemaluan Lupe lebih besar dan panjang dari Juan dan Jaafar. Bergoyang katil bila Lupe mengerjakan Latifah.

Tidak lama lepas itu, Latifah terasa Lupe akan sampai, kerana kemaluannya terus tegang. Latifah juga sampai bila terasa pancutan demi pancutan air mani masuk dalam kemaluannya.

Bila dah kering, Lupe bangun, dan mengambil tuala mandinya, lalu keluar. Latifah masih terlentang atas katil.

Pada pendapat Latifah, permainan Juan lebih baik dari Lupe, walaupun kemaluan Lupe besar, tapi Juan, lemah lembut, manakala Lupe kasar dan cepat. Latifah bangun dan sekali lagi dia mandi.

Setelah mandi dia baring dan tertidur. Bila dia jaga, Jaafar ada dibilik. Jaafar bertanya, bagaimana, dan Latifah cakap, ada kurangnya.

Pada malamnya, sekali lagi mereka bersantai di atas dek, makan dan minum. Lois tidak lupa dengan lagunya, dan Juan juga tidak lupa dengan minumannya. Seperti biasa, mereka adakan tari menari, termasuk juga Latifah, yang sekarang tidak begitu segan dengan yang lain. Kecuali Jaafar, yang kelihatan letih, dan seperti biasa, cepat mahu tidur.

Malam itu, dia tertidur di situ, sewaktu Latifah dan Juan menari. Latifah berhenti menari dan mendekati Jaafar, untuk dipimpin ke bilik, tapi, Lois dan Lupe datang membantu. Juan menarik semula Latifah menari. Latifah agak risau kelakuan Jaafar yang tertidur.

“Jangan risau, dia cuma tertidur saja,” kata Juan.

“Mana awak tahu?” Sampuk Latifah, sambil matanya memandang pada tangga ke kabin.

“Saya tahu, sebab air yang awak berdua minum itu, ada sesuatu saya letak. Bagi lelaki yang minum, dia akan merasa letih dan mengantuk, manakala bagi wanita, dia akan segar, dan bernafsu, macam awak,” kata Juan.

“Teruknya awak ni!” Kata Latifah, sambil dia terus dipeluk untuk menari oleh Juan.

“Jaafar akan tidur lena hingga pagi esok. Bila bangun, dia akan terasa segar kembali,” kata Juan. Sambil itu dia terus menari dan berpeluk dengan Latifah.

Sudah agak lama mereka menari, Lupe dan Lois tidak datang. Juan kata, mesti mereka di kabin. Juan mengajak Latifah ikut sama.

Bila sampai di kabin Juan dan Lois, memang benar, mereka berada di dalam. Waktu itu Lois duduk atas badan Lupe yang sedang baring terlentang, dengan kemaluannya ditonjol ke dalam kemaluan Lois.

Juan menarik Latifah masuk ke dalam. Latifah agak ragu ragu, sambil memandang kekabinya.

“Jangan risau, Jaafar tak akan bangun,” kata Lois, sambil dia terus kudakan Lupe.

Bila Latifah lihat Juan mengunci pintu, dia dengan sendirinya menanggalkan pakaiannya. Bila dah berbogel, dia pun baring atas karpet, sebab katil digunakan Lupe dan Lois. Juan tersenyum melihat Latifah yang sudah berbogel. Dia pun terus menanggalkan pakaiannya.

Malam itu, sekali lagi Juan dapat menikmati tubuh Latifah. Latifah dengan sukarela menyerahkan tubuhnya pada Juan. Bukan sahaja Juan, Lupe juga dapat menikmati tubuh Latifah lagi pada malam itu. Ada waktunya, Latifah melayan kedua dua lelaki itu serentak, seorang di mulut dan seorang dikemaluannya.

Waktu waktu berikutnya di bot itu dipenuhi dengan permainan seks antara Latifah, Lois, Juan dan Lupe. Latifah amat seronok dengan mainan mereka, terutama Juan. Boleh dikatakan setiap malam bila Jaafar sudah tidur, atau ditidurkan, Latifah akan berkubang dalam kabin Juan dan Lois. Berbagai cara dilakukan oleh Juan dan Lupe pada Latifah, tanpa dibantah.

Latifah membiarkan dirinya dilakukan apa juga, kerana dia tahu, dalam waktu yang terdekat ini, dia perlu menikmati apa juga keseronokan yang ada. Bila balik nanti, dia akan bernekad, menjadi isteri Jaafar yang baik dan emak pada anaknya.

Bagi Juan, cita-citanya sudah tercapai untuk menikmati Latifah. Dia rasa beruntung, setelah bersara dan balik ke Jamaica, dan membuka aktiviti ‘scuba diving’, tapi dipenuhi dengan aktiviti lain juga. Ini dibantu oleh Lois, isterinya dan kawan baiknya Lupe.

Bagi Jaafar, dia tidak tahu apa yang berlaku setiap malam bila dia tidur, atau ditidurkan. Padanya, dia rasa Latifah akan sentiasa berada di sebelahnya tiap malam. Dia tidak tahu, setiap malam, isterinya diterokai dan disetubuhi oleh bekas bosnya dan kawannya di kabin sebelah.

Mungkin dia akan mengamuk, atau terus tidur berpanjangan jika dia lihat, tiap malam isterinya Latifah, dengan penuh bergaya, sukarela dan bernafsu, menunggang atau dikudakan dua orang berkulit hitam.

Tuesday 28 August 2012

BENIH DUKUN SIAM.


Namaku Sri Mardiana, tapi teman-temanku di sekolah tempat aku mengajar memanggil Ana sahaja. Umurku 30 tahun, walaupun guru-guru di sekolahku mengatakan umurku tak melebihi 25 tahun. Memang aku sentiasa bersenam dan menjaga bentuk badanku agar sentiasa kelihatan ramping dan langsing.

Suamiku seorang guru, mengajar di sekolah lain. Telah enam tahun kami berkahwin tapi belum dikurniakan seorang anak. Keluarga suamiku dan keluargaku selalu bertanya bila kami akan menimang anak. Dengan selamba suamiku mengatakan mungkin tiada rezeki. Di rumah kami selalu berbincang mengenai perkara ini.

Berbagai-bagai cara telah kami lakukan. Berbagai petua telah kami ikuti tapi tidak juga menampakkan hasilnya. Suatu hari keluarga suamiku menyarankan agar kami mengambil anak angkat. Suamiku belum bersedia. Dia masih mengharapkan anak hasil zuriatnya sendiri.

Masalahku bermula apabila aku terdengar percakapan suamiku dengan mertuaku. Mertuaku menyarankan agar suamiku kahwin lain. Aku belum bersedia bermadu dan aku masih sayang suamiku. Aku menceritakan masalah yang aku hadapi kepada Hayati, kawanku. Hayati menyarankan agar aku mendapat bantuan dukun siam. Dia memberi alamat dan no. Telefon dukun tersebut kalau-kalau aku bersedia.

“Masalah akupun macam kau juga. Sepuluh tahun aku berkahwin, tak juga dapat anak. Selepas aku bertemu dukun siam tersebut aku mengandung. Sekarang aku ada anak dua,” Hayati menceritkan panjang lebar. Aku tertarik juga dengan cerita Hayati, apalagi mengenangkan aku akan dimadu.

Aku memberitahu suamiku perkara ini, suamiku bersetuju. Kita perlu berikhtiar, katanya. Malam itu aku menelefon bomoh siam tersebut dan dia sedia menerimaku petang esok selepas waktu sekolah. Suamiku tak dapat menemaniku kerana ada aktiviti di sekolahnya.

Selepas sekolah keesokannya, aku memandu Kelisaku ke alamat yang diberi oleh Hayati. Jarak rumahku ke rumah dukun kira-kira satu jam perjalanan. Rumah dukun tersebut agak di hujung kampung di suatu penempatan masyarakat siam di utara Malaysia. Rumah sederhana besar itu merupakan rumah dua tingkat. Bahagian bawah berdinding simen sementara bahagian atas berdinding papan dan beratap asbestos.

Setibanya di halaman rumah, aku disambut oleh seorang lelaki siam separuh baya. Dia hanya memakai kain dan baju T putih.

“Nama saya Boonlert, tapi orang kampung memanggil saya Pak Boon sahaja,” Pak Boon memperkenalkan dirinya dalam bahasa melayu pelat siam.

“Masuklah cikgu, tak ada siapa di rumah. Isteri saya sudah tiga hari ke rumah anak saya yang baru bersalin,” Pak Boon mempersila aku masuk.

Tanpa berceloteh panjang, Pak Boon menerangkan serba ringkas cara pengobatanya. Pak Boon hanya menggunakan air jampi untuk disapu pada badan, untuk mandi dan untuk diminum oleh suamiku. Jika aku bersedia, Pak Boon akan memulakan pengobatannya. Oleh kerana aku telah datang jauh aku bersedia sahaja.

Pak Boon mengarahku masuk ke bilik. Aku patuh. Di sana ada sebuah katil sederhan besar. Ini bilik rawatan, kata Pak Boon. Kami tidur di bahagian atas. Di atas meja kecil tepi dinding ada beberap gelas air dan botol-botol kecil berisi air. Aku diarahkan agar menanggalkan pakaian, hanya tinggal coli dan seluar dalam sahaja. Aku patuh kerana aku dah terdesak. Aku tak mahu dimadu. Pak Boon menyuruh aku baring di katil.

Sebentar kemudian dukun siam memasuki kamar tempatku berbaring. Pak Boon mula melakukan aktivitinya dengan menyapu cairan azimat, mula-mula ke kulit mukaku lalu turun ke leher jenjang dan ke dadaku yang masih tertutup coli. Sesampai pada dada, getaran birahiku mulai datang. Pak Boon menyapu cairan jampinya di sekitar buah dadaku, tangan sang dukun masuk ke dalam dadaku yang terbungkus coli.

Di dalam coli itu tangan Pak Boon memicit dan mengelus puting susuku, dengan cara itu tiba-tiba naluri seksku terbangkit dan membiarkan tindakan sang dukun dengan cara rawatanya, aku hanya diam. Lalu Pak Boon membuka pengait coliku dan melemparkan coliku ke lantai dan terpampanglah sepasang dada montokku yang putih mulus kemerahan karena gairah yang dipancing dukun siam.

Di sekitar dadaku sang dukun menyapu air azimatnya berulang-ulang sampai aku merasa tidak kuat menahan nafsunya. Lalu sang dukun tangannya turun ke perut dan kecelah pahaku. Aku protes.

“Apa yang Pak Boon lakukan?”.

“Oo.. Ini adalah pengobatannya, Hayati pun dulunya begini juga,” jawab Pak Boon sambil mengatur nafasnya yang terasa sesak menahan gejolak nafsu.

Di lubang kemaluanku, jari tangan sang dukun terus mengorek-ngorek isi kemaluanku sehingga aku merasakan ia akan menumpahkan air nikmatku saat itu. Seluar dalamku ditarik ke kaki dan dilucutkan oleh Pak Boon. Kemaluanku terdedah tanpa ditutupi seurat benang. Aku telanjang bulat dan jari tangan sang dukun tidak henti-hentinya beraksi di sekitar daerah sensitif tubuhku. Sementara cairan jampi disapu ke seluruh badanku.(ceritalucahku.blogspot.com)

Lama sekali Pak Boon menyapu air jampi di sekitar kemaluanku. Supaya lebih berkesan, kata Pak Boon. Kemaluanku yang berbulu halus diusap-usapnya. Bibir kemaluanku yang berwarna merah diraba-raba. Kelentitku yang berwarna merah jambu dibelai-belai halus. Air jampi disiram ke kelentitku. Sejuk terasa air jampi Pak dukun. Nafsuku tak tertahan lagi. Ghairahku memuncak. Lubang kemaluanku mengemut dan ciaran lendir hangat mula keluar membasahai permukaan kemaluanku.

“Cikgu, supaya lebih berkesan, air ini perlu dimasukkan ke dalam rahim cikgu,” jelas Pak Boon lagi.

“Apakah cikgu bersedia?,” tanya Pak Boon sambil meminta kebenaranku. Aku dah terlanjur, biarlah bisik hatiku.

“Buatlah apa saja Pak Boon. Asal saja saya boleh mengandung,” jawabku penuh rela.

“Air ubat hanya boleh dimasukkan dengan ini, itupun kalau cikgu setuju,” jelas Pak Boon sambil menunjukkan batang kemaluannya yang keras terpacak apabila kain yang dipakainya diselak.

Aku terkejut kaku. Batang kemaluan Pak Boon besar panjang. Lebih besar dan panjang daripada kepunyaan suamiku. Sungguhpun telah berusia, kemaluan Pak Boon masih kekar dan gagah. Batang berwarna coklat gelap berurat-urat itu seolah-olah tesenyum kepadaku.

Pak Boon melepaskan semua pakaian yang dipakainya. Pak Boon telanjang bulat. Dada Pak Boon berotot, perutnya berulas. Masih sasa Pak Boon ini fikirku. Sambil menghampiriku, Pak Boon menguak kedua pahaku hingga aku terkangkang. Kemaluanku yang berbulu hitam halus betul-betul berada di hadapan Pak Boon. Pak Boon berlutut di celah pahaku dengan batang kemaluannya terhunus keras.

Pak Boon mengambil sebuah bekas plastik kecil dan diletakkan di bawah batang kemaluannya. Sebiji botol kecil berisi air jampi berada di tangan kanannya. Pak Boon mula menyiram batang kemaluan. Bermula dari pangkal pelan-pelan disiram hingga hujung kemaluan yang masih tertutup kulit kulup. Dengan menggunakan jari, Pak Boon menarik kulit kulup ke belakang hingga kepala coklat berkilat terbuka. Dengan tangan kanan Pak Boon menyiram semula batang kemaluannya bermula dari hujung kepala yang berkilat hingga ke pangkal.

Siraman ketiga bermula dari pangkal kembali. Air disiram hingga ke hujung. Kemudian dengan menggunakan jari-jarinya, Pak Boon menarik kembali kulit kulup kemaluan hingga kepala coklat berkilat tertutup. Dengan kepala tertutup kulup Pak Boon mula mendekati kemaluanku. Waktu itu nafsuku telah berada dipuncak setelah melihat perlakuan Pak Boon dengan kemaluannya.

Kepala berkulup mula meneroka permukaan kemaluanku. Pak Boon menekan lembut kepala kemaluannya ke kelentitku. Aku terasa geli dan nikmat. Kemudian Pak Boon mula menggeselkan kepala kemaluannya ke bibir kemaluanku. Sekali ditekan, separuh batang kemaluan dukun siam telah berada di dalam rongga kemaluanku. Sambil menggerakkan maju mundur, akhirnya seluruh batang coklat gelap berurat telah berada di dalam lorong sempit kemaluanku. Batang besar panjang itu benar-benar mengisi rongga kemaluanku. Sendat dan padat aku rasa. Aku benar-benar menikmatinya kerana kemaluan suamiku tidak sebesar dan sepanjang ini.

Sambil punggungnya digerakkan maju mundur, badan Pak Boon mula merapat ke dadaku. Tetek dan puting susuku di belai dan dihisap oleh bibir lebam Pak Boon. Aku terasa seperti di awang-awang. Lepas dibelai sepuas-puasnya, lidah Pak Boon mula menjalar ke leher dan ketiakku. Bau ketiakku disedut dalam-dalam oleh Pak Boon. Aroma deodorant bercampur keringat di ketiakku membuat Pak Boon benar-benar terangsang. Aku kegelian dan mengeliat-liat. Aku mengerang kesedapan.

Tanpa kusadari mulutku bersuara..

“Ohh.. Ahh.. Arghh.. Sedap Pak Boon. Laju lagi Pak Boon, tekan dalam-dalam. Ahh.. Nikmatnya.”

Aku tak tahu berapa puluh kali aku mengerang, aku benar-benar nikmat. Belum pernah sepanjang enam tahun aku berkahwin aku rasa sebegini nikmat. Batang besar coklat gelap yang masih berkulup benar-benar nikmat. Batang suamiku yang bersunat itu tidak senikmat ini.

Lebih kurang 30 menit lubang kemaluanku diteroka dengan lemah lembut oleh Pak Boon. Dukun siam ini benar-benar sabar dan pandai melayan wanita. Dua kali aku mencapai klimaks. Aku khayal menikmati layanan dukun siam ini. Hingga akhirnya aku terasa Pak Boon melajukan gerakannya. Badannya kejang dan akhirnya aku terasa batang kemaluan Pak Boon makin mengeras dalam kemaluanku dan lima kali cairan panas menyirami pangkal rahimku.

Aku tahu Pak Boon telah mencapai klimaks. Batang Pak Boon masih terendam dalam kemaluanku beberapa minit sehingga aku terasa batang besar mulai mengecil. Akhirnya Pak Boon mencabut batang coklat gelap dari lubang kemaluanku.

“Barang cikgu sungguh bagus. Sempit dan sedap. Kemutan cikgu betul-betul nikmat. Susah saya Nak cerita,” puji dukun siam.

Aku tersenyum puas. Selepas badanku pulih semula aku berpakaian dan meminta diri pulang sambil menberi sampul berisi wang RM 200.00. Pak Boon menyerahkan 2 botol berisi air jampi kepadaku.

“Satu untuk dicampur dengan air mandi cikgu. Yang satu ini untuk diminum oleh suami cikgu sebelum tidur,” terang Pak Boon cara-cara mengguna air jampinya.

“Cikgu kena datang dua kali lagi untuk dirawat baru ubat ini betul-betul mujarab”, terang Pak Boon lebih lanjut. Aku mengangguk saja tanda setuju dan faham.

Malam itu aku mengajak suamiku bersetubuh. Aku melayan suamiku sambil lewa saja kerana aku telah puas petang tadi. Letih kerana perjalanan jauh kataku. Suamiku melayanku tanpa curiga.

Seperti dijanji aku mengujungi semula Pak Boon. Tiap kali ke sana, kejadian tempoh hari berulang. Aku pulang dengan perasaan puas. Malamnya aku melayan suamiku seperti biasa supaya dia tidak curiga.

Sebulan kemudian aku muntah-muntah. Suamiku amat gembira. Ini anak dukun siam, bukan anak abang, hatiku berbisik. Tapi biarlah, asal suamiku gembira dan aku tidak dimadukan aku akan menjaga dengan baik kandunganku ini.

STUDENT MULTIMEDIA


Ketika di kolej. Aku merupakan pelajar favourite student perempuan kerana aku hensem. Bukan membangga tetapi kenyataan. Aku telah jatuh hati dengan seorang gadis yang sungguh ayu. Memang aku benar-benar meminatinya. Bukan hanya kerana keayuannya, malah budi bahasanya, tutur bicaranya membuatkan aku terlalu meminatinya. Surat demi surat telah di hantar, begitu juga dengan surat-surat yang dibalasnya. Dari kata-kata di dalam suratnya kelihatan seperti aku tidak bertepuk sebelah tangan tetapi setiap kali aku mengajaknya keluar, dia pasti menolak. Aku pun tidak pasti kenapa. Dari mulut-mulut orang yang aku percayai, dia sudah mempunyai buah hati. Tetapi apabila aku bertanya kepadanya, dia menafikan.

Timbul rasa seperti aku tidak sepadan dengannya, ya lah, walau pun aku hensem, ramai perempuan meminatiku, tetapi tidak mustahil ada lelaki yang lebih baik dan lebih dahulu mencuri hatinya. Perkara ini mendorong aku untuk sedikit menjauhkan diri darinya. Ternyata, dia seperti tidak kisah jika aku tidak menghubunginya. Aku rasa sedih, tetapi aku tidak kisah, jika benar dia bukan milikku.

Sedang aku duduk melepak di tembok tempat letak kereta di rumah flat yang berada di seberang jalan dengan rumah sewaku, aku ditegur oleh seorang perempuan. Aku toleh, rupa-rupanya Ina, rakan sekelas ku di kampus. “Termenung je, teringat si dia ke?” Tanya Ina. “Takde lah Ina, saja je layan blues. Kau wat apa kat sini?” Tanya ku “Nak pakai public phone tu hah. Tapi ramai lak, kena tunggu turun le.” Terangnya. “Kat belah sana kan ada, tak try?” tanyaku “Sana tak boleh pakai lah.” Katanya. “Kau ni macam putus cinta je. Kenapa? Zai tak layan kau ke?” Tanya Ina. “Entahlah Ina, nak kata dia suka, macam tak suka, nak kata tak suka, macam suka. Aku pun pening.” Kataku. “Alah Zin, cari je yang lain. Kau kan hensem.” Katanya sambil tertawa kecil. “Entahlah Ina, aku pun malas nak fikir sangat. Eh, kau ni nak call sape? Boyfriend ye?” tanyaku pula. “Alah, kawan je.. Eh, assignment dah siap?” Tanya Ina. “Dah, tadi aku tiru Kak Ti punya, itu pun Man yang pinjam dari dia, aku tukang ‘fotostate’ je.. hehehe.. kau punya dah siap lom” kataku. “Cis, meniru orang punya. Aku dah siap dah, tadi gak, tapi kita orang discuss ramai-ramai, susah siot. Nasib lah, kalau betul atau salah aku tak tahu.” Kata Ina. “Eh, orang dah takde, gi cepat, nanti kena sambar orang lain.” Kataku.

Ina terus berlari anak menuju ke public phone. Tinggal aku sendiri duduk memerhati keadaan sekeliling. Sambil aku perhati keadaan sekeliling, aku perhati Ina yang sedang leka bergayut, aku lihat, tubuhnya agak gempal, bontotnya, wow, memang besar dan bulat, malah lebar pulak tu. Tapi yang paling best ialah tonggek. Fuh! Memang dahsyat bontot minah ni. Cuma yang jadi masalahnya, tetek dia kecik, muka kurang lawa pulak tu, siap ada jerawat lagi. Bebudak nakal kat kelas gelar dia nih muka selipar. Kesian pulak aku dengar dia orang gelar si Ina ni camtu, walau pun aku tahu, Ina tak tahu dengan gelaran tu. Bila dia jalan lak, bontot dia tertinggal, errr… maksud aku jalan macam itik lah, bontot dia menonjol ke belakang pasal bontot dia memang besar. Bibir dia tebal, menghiasi mulut dia yang lebar tu. Walau pun dia bertudung, tapi aku tahu rambut dia kerinting dari rambutnya yang terkeluar dari celah-celah tudungnya tu. Ahh, stim lak aku tengok Ina nih, baliklah, lancap sambil bayangkan doggie minah ni lagi best.

Beberapa hari kemudian, aku di kampus bersama-sama rakan-rakan berjumpa dengan lecturer. Selesai sahaja urusan, kami pun keluar dari bilik lecturer. Ketika itu aku terlihat Ina dan rakan-rakannya berjalan di kaki lima dan menuju semakin hampir ke arah kami. Sedang aku menyarungkan kasut, tiba-tiba aku terasa pinggang ku di cucuk seseorang. Aku toleh, tiada rakan-rakanku di belakang. Mereka semua berada di hadapan dan mereka kelihatan tidak menyedari apa yang aku alami. Yang ada dibelakang aku hanyalah Ina dan rakan-rakannya yang berlalu setelah melintasi kami. Aku syak pasti itu kerja Ina kerana di antara dia dan kawan-kawannya, hanya dia yang paling hampir denganku sewaktu mereka melintasi kami. Lebih-lebih lagi, aku dapat lihat Ina menjeling kearahku sambil mulutnya tersenyum.

Cis, hampeh punya budak. Ambik kesempatan ye. Kami pun berlalu tanpa menghiraukan Ina dan rakan-rakannya. Selepas kejadian itu, aku lihat, Ina selalu memerhatikan ku. Aku tidak ambil kisah kerana aku tidak berapa peka akan naluri perempuan ketika itu. Maklumlah, asyik nak enjoy, mana fikir sangat pasal naluri kaum berlawanan tu. Tetapi persepsi diriku kepadanya terus berubah apabila satu hari, aku sedang minum bersama rakan-rakan di restoran yang berhampiran dengan rumah sewa, aku terlihat kelibat Ina sedang berjalan menuju ke kedai runcit. Terpandang sahaja dia yang memakai seluar track berwarna putih itu serta merta nafsu ku segera bangkit. Kenapa? Kerana punggungnya yang besar dan tonggek itu jelas kelihatan menyendatkan seluar track yang dipakainya. Jalur seluar dalam dan alur punggungnya jelas kelihatan disamping pehanya yang gebu itu ketat dibaluti seluar track tersebut. Rasanya ingin sahaja aku meluru kepadanya dan menyangkung di belakangnya lalu mencium celah bontotnya sedalam-dalamnya.

Hingga ke malam aku tidak dapat lupakan bontotnya itu. Akibatnya, aku telah membazirkan benihku di dalam bilik air sambil membayangkan aku menyontot bontotnya dengan hanya menyelak seluar tracknya ke bawah. Beberap hari kemudian, aku berjalan pulang dari bus stop menuju ke rumah sewa. Terlihat kelibat Ina juga berjalan sendirian. Kelihatan dia memakai baju kurung dan bertudung serta membawa beg berisi buku-buku modul. “Ina! Tunggu jap!” panggil ku sambil berlari anak menuju kearahnya. “Hah, Zin, kau pun baru balik kuliah ke? Tak nampak pun dalam bas?” Tanya Ina sambil memerhatikan aku yang menuju ke arahnya. “Aku naik bas no 10, betul-betul kat belakang 123 yang kau naik tadi. Eh, Aku dah siap assignment, nak pinjam?” Tanya ku. “Boleh juga, aku pun tak tahu nak buat nih. Mana assignment kau?” Tanya Ina kembali. “Nah, ni dia. Sikit je. Malam ni aku nak balik tau. Pukul 10.00 malam aku tunggu kat bawah blok kau.” Kata ku sambil menghulurkan kepadanya assignment yang telah aku siapkan. “Ok, no problem.” Katanya sambil kami beriringan menuju ke rumah sewa masing-masing.

Pada malamnya, aku tunggu di tempat yang dijanjikan. Kelihatan Ina datang kepadaku dengan membawa assignment yang ku berikan kepadanya pada sebelah petang. “Nah, terima kasih bebanyak. Satu rumah sewa tiru assignment kau.” Kata Ina. “Aku tak kisah sebab setakat assignment camni, semua orang akan dapat jawapan yang sama kalau betul cara kiraannya. Eh, malam ni kau tak bergayut ke?” Tanya ku sambil mataku memerhatikan tubuhnya yang berdiri mengiring di hadapanku. “Nak jugak tapi sen tak de lah” katanya sambil menyeluk poket seluar slack berwarna brown cerah yang dipakainya. Kelihatan seluar slack yang dipakainya begitu sendat membalut bontotnya. Memang nampak sangat bontot dia ni besar. Tonggek dan bulat pulak tu. Geram pulak aku tengok. Baju yang dipakainya agak biasa sahaja, hanya baju t-shirt berkolar berwarna merah dan berwarna putih di lengannya yang pendek itu. Manakala tudungnya pula berwarna putih. “Kesian, tak ada sen. Macam mana kalau aku tolong kau guna public phone tu free? Nak?” Tanya ku kepadanya. “Curik line ke? Mana kau belajar? Nak, nak..” katanya dengan gembira. “Boleh, tapi rahsia tau, jangan bagi tahu orang, walau pun member kau yang paling kamcing sekalipun. Boleh?” kataku. “Boleh, so bila?” Tanya Ina. “Jom, sekarang. Aku bawa kau ke public phone yang line clear.” Ajak ku.

Kemudian aku membawa Ina menyusuri blok-blok rumah flat melalui laluan pejalan kaki yang agak gelap menuju ke satu public phone di tepi tempat meletak kenderaan. Kawasan itu agak gelap, memang tiada siapa yang menggunakan telefon awam di situ. Rumah-rumah flat juga aku lihat banyak yang sudah gelap. Jam menunjukkan sudah pukul 10:40 malam. Dalam perjalanan menuju ke public phone, aku memaut pinggang Ina. Ina langsung tidak membantah. Malah dia semakin merapatkan tubuhnya kepadaku. Aku ambil kesempatan meraba punggungnya yang besar dan tonggek itu. Dia tidak juga membantah. Aku dapat rasakan Ina tidak memakai seluar dalam. Setibanya aku di public phone itu, aku terus melakukan aktiviti curi line. Kemudian aku meminta Ina mendail nombor hand phone boy friendnya. Setelah talian disambungkan, aku biarkan Ina berborak bersama boy friendnya.

Aku yang bosan menunggu perbualan mereka habis menuju ke arah Ina yang pada ketika itu berbual berdiri menghadap telefon awam. Aku yang berada di belakangnya cukup terangsang melihat punggung tonggeknya yang besar itu. Tanpa segan silu aku terus melekapkan muka aku di celah punggung Ina dan menghidu aroma bontotnya sedalam-dalamnya sambil kedua tanganku meramas-ramas punggungnya dan pehanya. Perbualan Ina terhenti. Dia menoleh dan sedikit terkejut melihat apa yang aku lakukan. Kemudian dia menyambung perbualannya dan membiarkan aku melayan punggungnya sepuas hatiku. Aku kemudiannya berdiri dan memeluk Ina dari belakang. Aku raba seluruh tubuhnya dan menekan-nekan batangku yang keras di dalam seluar ke celahan punggungnya. Ina membiarkan perlakuanku itu dan terus berbual bersama boy friendnya. Sekali-sekala Ina menonggekkan lagi punggungnya ke belakang membuatkan batangku tertekan lebih rapat di celah punggungnya.

Nafsuku sudah tidak keruan. Aku keluarkan batangku dari bahagian zip yang aku buka. Aku letakkan batangku di celah-celah bontotnya dan ku tekan rapat-rapat ke punggungnya. Ina menoleh sejenak ke arah punggungnya dan dia lihat batangku yang keras menegang itu bergesel-gesel di celahan punggungnya di sebalik keadaan yang agak gelap itu. Terus Ina menonggekkan lagi punggungnya membuatkan air maniku hampir-hampir terpancut keluar membasahi seluar slack yang dipakainya. Aku tahan sekuat yang boleh. Aku lihat Ina belum ada tanda-tanda ingin berhenti berbual bersama boy friendnya. Seperti dia berasa seronok dengan apa yang aku lakukan. Aku kemudiannya meletakkan batangku di celahan kelengkangnya. Aku peluknya dan tanganku mendorong batangku agar lebih rapat ke belahan cipap yang berselindung di balik seluarnya. Sedikit demi sedikit aku rasakan kelengkangnya basah dengan air nafsunya. Nafas Ina juga semakin laju dan membara. Aku sedari Ina segera menamatkan perbualannya. Selepas dia meletakkan ganggang dia terus memaut pada public phone dan menonggekkan punggungnya tanpa menoleh aku yang sedang menyorong tarik batangku di kelengkangnya dari belakang.

Melihatkan dia yang semakin rela dengan perlakuanku itu, aku terus memeluknya dan meraba mencari butang dan zip seluar slacknya. Selepas membuka butang dan zip seluarnya, aku selak bahagian belakang seluar slacknya yang ketat itu ke bawah hingga menampakkan seluruh punggungnya yang gebu dan putih itu. Sekali lagi aku melakukan acara sorong tarik di celahan cipapnya tetapi kali ini, tanpa halangan dari seluar tracknya. Air nafsunya benar-benar membuatkan batangku basah lecun. Aku rasakan geselan batangku di belahan cipapnya semakin licin dan semakin memberahikan. Kemudian dengan berani aku memasukkan kepala batangku ke pintu lubuk nikmatnya. Aku tekan perlahan-lahan, nampak tiada bantahan. Cuma badannya yang sedikit mengejang. Kenikmatan barangkali. Aku paut punggungnya dan menariknya kebelakang dan dengan sekali tekan keseluruhan batangku terbenam ke dalam lubuk nikmatnya hingga aku dapat rasakan dinding dasar cipapnya ditekan kuat kepala batangku.

“Oohhhh…..” dengusan suara Ina kedengaran di telingaku dengan agak perlahan selepas menerima tikaman yang lazat dari batangku. Aku tekan lagi ke dalam hinggakan kepala batangku terasa sakit akibat menerjah dinding dasar cipapnya lebih dalam. Kenikmatan yang Ina rasakan memang diluar dugaannya. Badannya melentik dengan kepalanya yang terdongak ke atas membuktikan kata-kataku. Dengusan nafasnya juga semakin kencang. Ina kelihatan seperti berkhayal ke alam lain. Mulutnya melopong dengan mata tertutup rapat diiringi hembusan nafas yang semakin laju. “Ooooohhhhhh…….” hanya itu yang kedengaran di telinga aku. Aku rendamkan batangku dalam keadaan sebegitu lebih kurang seminit. Bila tubuh Ina mula mengendur, aku tarik batangku hingga hampir terkeluar dari mulut cipapnya dan kemudian aku kembali menolak batangku sedalam-dalamnya. Sekali lagi tubuh Ina melentik dan bergelinjang kenikmatan. Kemudian aku teruskan adegan keluar masuk seperti biasa. Aku dapat rasakan air nafsu Ina keluar meleleh dari cipapnya ke batangku. Banyak juga air cipap budak ni. Memang licin gila aku rasa ketika itu. Memang betul-betul tercabar keberahian aku. Air maniku hampir-hampir sahaja mahu terpancut walau pun tidak sampai 10 kali aku sorong tarik batangku keluar masuk cipapnya. Tetapi aku tetap tahankan, aku tak mahu kalah awal.

Lebih kurang dalam 20 dayungan yang agak perlahan dan lama itu, aku rasakan cipap Ina semakin sempit dan dia semakin menolak batangku masuk lebih dalam. Tubuhnya kembali melentik dan mengejang keras. Peluhnya juga sudah membangkitkan aroma tubuhnya yang memberahikan. Tangan Ina semakin kuat memegang telefon awam dan bucu dinding pondok telefon. “Ooouuuufffffff……..huhhhhhh……” dengusan nafas dari mulutnya berbunyi dengan jelas. Tubuhnya terus menggigil suara yang keluar dari mulutnya kedengaran seperti mahu menangis. Limpahan air nafsunya semakin tidak terkawal dan seperti memenuhi ruang lubang nikmatnya. Aku peluk tubuhnya dengan erat. Dia terus memeluk tanganku yang melingkari tubuhnya. Kemudian dia menoleh dan kelihatan nafasnya kembali perlahan walau pun tidak teratur. Dia merenung mataku kosong dan cuba untuk mengucup mulutku. Aku kucup mulutnya sambil merasakan dia menekan batangku sedalam-dalamnya di dalam cipapnya yang benar-benar licin itu. Aku hampir menggelupur kenikmatan bila merasai cipapnya yang licin mengemut-ngemut batangku.

“Zin , lepas luar ye..” pintanya sayu. Aku tidak membalas kata-katanya, aku sambung kembali hayunan menikmati lubang nikmat Ina dari belakang. Ina menonggekkan bontotnya mendorong aku untuk terpancut lebih cepat. Batangku semakin mengembang keras di dalam cipapnya. Aku keluarkan batangku dan dengan pantas tangan Ina menyambar batangku di belakangnya lalu dilancapkan batangku yang berlendir itu. “Ina, aku nak terpancut sayanggg….”kataku kenikmatan “Pancutkanlahh….” Suaranya yang perlahan dan lembut itu serta merta meledakkan air maniku dari batangku yang digenggam Ina. Terpancut-pancut air maniku di atas punggung Ina sambil tangannya tak henti melancapkan batangku. Dia kelihatan seperti memerah habis air maniku keluar dari kantungnya. Selepas habis air mani aku pancutkan, Ina melepaskan genggaman tangannya dan membetulkan kembali seluarnya. Begitu juga dengan aku.

Sebelum kami beredar dari situ, kami sempat berpelukan dan berkucupan penuh nafsu sambil tangan masing-masing meraba-raba ke seluruh pelusuk tubuh. Kemudian kami beredar sambil berpegangan tangan. Sampai sahaja di jalan besar, lampu jalan yang terang menyilaukan mata kami berdua. Mataku tertumpu di punggungnya dan kelihatan seluar slacknya yang berwarna brown cerah itu ada tompok-tompok yang basah akibat air maniku yang terpancut tadi. “Ina, seluar Ina basah.” Tegurku perlahan. Terus sahaja dia menoleh melihat punggungnya. Dengan kelam kabut dia menurunkan bajunya menutupi punggungnya. “Tadi Ina tak lap dulu ye?” tanyaku “Tak….. Ina terus pakai lepas Zin dah habis pancut….” jawabnya. “Zin pancut banyak sangat……. nasib baik tak lepas dalam…” Katanya lagi. “Kalau lepas dalam pun apa salahnya…” kataku sinis dan diikuti dengan cubitan manja dari Ina. Aku kemudian menghantarnya pulang di blok bawah rumah sewanya. Kemudian aku terus berjalan pulang ke rumah sewaku selepas bayangnya hilang dari pandangan. Sepanjang perjalanan tadi kami langsung tidak bercakap melainkan tentang seluarnya yang basah tadi itu. Mulut masing-masing seolah terkunci. Seolah terkejut dengan apa yang baru berlaku tadi.

Selepas dari peristiwa itu, aku dan Ina selalu ke public phone itu untuk memuaskan nafsu. Namun sejak semakin ramai orang menggunakan public phone itu berikutan linenya yang clear dan tiada siapa yang mengganggu, kami terpaksa menukar tempat. Aku telah menjadikan bilikku di rumah sewa sebagai tempat kami berasmara. Kami selalu melakukannya ketika rakan-rakan serumahku yang sedia mengenali Ina keluar ke cyber café. Ketika itulah kami akan melakukan perbuatan terkutuk itu. Ina semakin hari semakin pandai memuaskan nafsuku. Dia tahu bahawa aku begitu bernafsu dengan bontotnya, maka tidak hairanlah jika posisi doggie selalu menjadi posisi yang selalu kami lakukan. Tidak kiralah samada menonggeng di atas tilam, atau berdiri sambil berpaut di meja study, semuanya dia rela lakukan kerana apa yang dapat aku perhatikan, dia sudah mula mencintai aku.

Namun, rupa-rupanya Ina mempunyai keinginan seks yang selama itu aku tidak tahu. Sebenarnya dia menginginkan aku melakukan dalam keadaan berbaring, dalam keadaan aku di atas dan dia di bawah. Pernah sekali dia merajuk atas alasan, aku asyik melakukan aksi doggie dan langsung tak pernah memikirkan apa yang diingininya. Dari hari itulah aku sudah mula mengenali erti hati seorang perempuan. Aku mula belajar mengenali sifat kaum berlawanan itu. Tetapi aku sebenarnya lebih gemarkan doggie, sebab bontotnya yang aku cintai, bukan wajahnya. Bukan kerana wajahnya tak cantik, tapi kurang cantik. Bibirnya yang tebal serta mulutnya yang luas dan jerawat yang tumbuh di mukanya sedikit sebanyak mengganggu nafsuku. Lalu, aku setuju atas permintaannya untuk melakukan mengikut kemahuannya tetapi dengan bersyarat. Jika sebelum itu Ina menghisap kemaluanku dan membiarkan aku memancutkan benihku di atas bontotnya, tetapi jika posisi itu yang dia mahukan, dia mesti menghisap batangku hingga aku terpancut di dalam mulutnya. Ina bersetuju, baginya yang paling penting adalah aku tidak pancut di dalam cipapnya.

Maka bermulalah episod baru perzinaan antara aku dan Ina. Aku sudah sekali-sekala sahaja mendoggiekan dirinya, yang selebihnya aku lakukan aksi seks normal. Yang tak normalnya adalah, benihku akan sentiasa bersemadi di dalam perutnya melalui mulutnya sebagai tempat tadahan. Kebiasaan yang tidak normal dengan menghisap batangku hingga membuatkan mulutnya dipenuhi air maniku telah menjadikannya seorang perempuan yang semakin kuat nafsunya. Pernah dia mengajak aku menonton wayang. Di dalam panggung, tanpa aku pinta, dia akan sendirinya menghisap batangku dan sudah pasti ianya akan berakhir dengan memancutkan benihku di dalam mulutnya. Dia seperti ketagihan menelan air maniku. Begitu juga ketika di dalam bas, di tepian selat dan di tangga rumah sewaku. Perhubungan kami sudah seperti sepasang kekasih, cuma kami pandai menyembunyikan perkara itu dari diketahui rakan-rakan. Di kolej, kami melakukan aktiviti seperti biasa, sesekali bertegur sapa dan melakukan perkara masing-masing. Tetapi apabila sudah bertemu di tempat yang dijanjikan, hubungan kami sudah seperti suami isteri.

Hampir satu tahun kami melakukan perkara terkutuk itu. Namun pada semester terakhir. Aku telah mencurahkan isi hatiku kenapa aku suka kepadanya. “Ina, selama ini pernah tak Ina terfikir, kenapa saya pilih Ina untuk melakukan semua ni?” kataku kepadanya. “Tak, mungkin sebab Zin suka Ina.” Katanya. “Memang saya suka Ina, tapi suka yang macam mana tu?” Tanyaku ingin menduga. “Manalah Ina tahu, Zin bagi tahulah.” Katanya. “Alah Ina dah tahu, cuma buat-buat tak tahu je. Kan?” tanyaku menduga sekali lagi. “Emm.. yang mana ek.. alah, cakaplah, kenapa Zin pilih Ina?” Tanya Ina tidak sabar ingin tahu. “Ok, lah begini… Ina tahukan yang saya betul-betul suka dengan bontot Ina?” tanyaku. Kelihatan Ina hanya tersenyum sambil mengangguk-angguk kepala. “So, kalau Ina nak tahu, kenapa saya mahukan Ina dan kenapa kita lakukan perkara terkutuk itu…. Semuanya adalah sebab, saya benar-benar cintakan bontot Ina. Saya benar-benar hendakkan bontot Ina, sebab itulah sebelum ini saya selalu doggie Ina. Betul tak?” tanyaku kepadanya. “Iye, Ina tahu Zin suka bontot Ina. Tapi sampai bila?” Tanya Ina kepadaku pula. “Kalau boleh, saya nak bontot Ina sampai bila-bila, tapi tak bermakna kalau tak dapat…” aku terdiam seketika. “Kalau tak dapat apa Zin?” Tanya Ina ingin tahu. “Ina tahukan, selama ini saya main awak ikut belakang, sebab saya suka gile dengan bontot awak yang besar tu. Pastu kita start main ikut depan lepas awak merajuk….” Terangku.

“Ha’ah, tapi syaratnya saya kena hisap awak punya sampai terpancut. Betul tak?” kata Ina memotong kata-kataku. “Iye, betul, lagi pun nampaknya Ina suka. Bila saya belum minta buat apa-apa, Ina dah buat dulu sampai saya rasa puas gile. Betul tak? Ina suka kan?” tanyaku. “Ha’ah.. Ina memang suka. Sedap lah… tapi tadi Zin nak cakap apa?“ katanya ringkas. “Oh ye.. Saya nak bontot Ina sampai bila-bila, tapi tak bermakna kalau tak dapat bontot Ina…” kataku. “Eh, bukanke Zin dah dapat ari tu?” Tanya Ina kehairanan. “Hari tu saya main ikut bontot Ina, tapi saya tak jolok bontot, cuma dapat jolok cipap je. Apa yang saya nak adalah lubang bontot Ina. Please sayanggg….” Pintaku kepada Ina. “Mana boleh main masuk bontot? Zin ni teruklah.” Kata Ina. “Habis tu Ina ingat apa yang kita buat selama ni boleh ke? Halal ke?”tanyaku. Ina kelihatan terdiam sambil pandangannya jatuh ke tanah. Dia tidak menjawab kata-kataku. Lalu dia mula bertanya. “Habis tu, betul ke Zin nak lubang bontot Ina? Tadi Zin kata sampai bila-bila, macam mana tu Ina tak faham?” Tanya Ina. “Memang Zin nak lubang bontot Ina dan Zin nak bontot Ina selama-lamanya sebab Zin cintakan Ina kerana bontot Ina. So, Ina, dengan disaksikan bulan, sudikah Ina menjadi isteri saya?”

Tanya ku melamar Ina. Ina terdiam, dia hanya tersenyum memandangku. Tiba-tiba tangannya menjalar ke kelengkang ku dan meramas batangku yang memang dah stim dalam seluar. Aku tahu apa maksudnya. “Baiklah sayang, saya dah tahu apa jawapan Ina. Jom ke rumah saya..” ajakku. Ina pun bangun dan menurutiku menuju ke rumahku. Di bilikku, aku peluk Ina. Aku kucup bibirnya sambil kedua tanganku tak henti meramas bontotnya. Kemudian aku lepaskan kucupanku. Aku minta Ina berdiri dengan tangannya memaut meja study. Aku mintanya menonggekkan bontotnya. Lalu aku terus berlutut di belakangnya dan terus melekapkan mukaku di celah bontotnya. Seluar track berwarna putih yang dipakainya jelas ketat membalut bontotnya. Langsung tiada jalur seluar dalam menandakan dia tidak memakai sebarang seluar dalam. Bau masam bontotnya menaikkan nafsuku. Aku semakin ghairah. Lantas aku tarik seluar track putihnya ke bawah dan terpaparlah bontotnya yang bulat dan besar itu dihadapan mukaku. Sekali lagi aku lekapkan mukaku di celah bontotnya dan aku hidu serta jilat semahu hatiku. Aku unjurkan lidahku jauh kehadapan hingga aku dapat merasai pintu cipapnya yang sudah berlendir diselaputi cecair yang masam.

Memang Ina sudah tidak keruan, dia semakin menonggek kan bontotnya membuatkan juluran lidahku semakin memasuki cipapnya sementara lubang hidungku tepat berada di lubang bontotnya. Ohh, walau pun bau kurang menyenangkan, tetapi akibat sudah terlalu bernafsu, aku sudah lupa semua itu. Aku bangun dan segera menanggalkan seluarku. Batangku yang sudah tegang terus aku junamkan di celah kelengkangnya. Aku gosok-gosok batangku dengan cipapnya, Ina semakin menggeliat dan semakin melentikkan badannya. Bontotnya yang sudah memang tonggek itu semakin tonggek dan ini membuatkan aku sudah semakin tidak sabar. Aku terus menjunamkan batangku jauh ke dasar rahim Ina. Ina merengek menikmati tujahan batangku. Aku biarkan seketika sambil menikmati cipap Ina mengemut batangku dengan kuat. Ohh, sedapnya ketika itu aku rasakan. Aku terus hayun batangku keluar masuk dan ini membuatkan Ina semakin tidak keruan. Rengekkannya semakin kuat dan nasib baik pintu dan tingkap rumah ku tertutup rapat, jika tidak sudah pasti jiran-jiran akan mendengarnya. “Ohhh.. Zin.. sedapnya batang Zin.. henjut lagi.. lagi.. ohh.. lagi zinnn..” rintih Ina. Aku menikmati cipap Ina dalam keadaan dirinya yang hanya berdiri menonggekkan tubuhnya dengan hanya berpaut pada meja studyku. Sementara tudung dan baju tidak ditanggalkan.

Memang begitulah style kami bersetubuh sejak dari pertama kali berkenalan dengannya. Manakala seluar track yang dipakainya hanya diselakkan ke paras peha sahaja. Ohh, memang aku stim dengan keadaannya yang sebegitu. Tiba-tiba Ina menggigil, aku merasakan cipapnya tidak mengemut batangku, tetapi ianya seakan kejang. Malah, dia semakin menolak batangku agar masuk lebih dalam. “Zinn.. Ina klimakss… sedapnya sayanggg.. “ kata Ina Lemah. Aku terus cabut batangku dan aku minta Ina menonggeng di atas tilam. Dia terus melakukan seperti yang aku suruh. Kelihatan lubang bontotnya, terkemut-kemut seperti minta segera disula. Aku berlutut di belakangnya, aku jolok beberapa kali di dalam cipapnya bagi melicinkan batangku agar memudahkan kerjaku nanti. Kemudian aku kembali keluarkan batangku. “Ina, seperti yang dijanjikan, saya akan menjadikan Ina sebagai isteri saya, jadi, mulai dari saat ini, lubang bontot Ina adalah hak mutlak saya sebagaimana Ina menjadikan air mani saya sebagai hak mutlak Ina. Terimalah sayanggg..” lantas aku menikam lubang bontotnya. Agak sempit lubang bontotnya. Hanya kepala takuk ku sahaja yang lepas. Itu pun dengan bantuan air lendir cipapnya. Ina mengerang kesakitan. Aku tidak hiraukan, malah aku tekan lagi hingga setengah batangku tenggelam. Ina menjerit sakit. Aku tekan lagi hinggalah kesemua batangku hilang ditelan lubang bontot Ina. “Zin.. sakitt…. Dah lah sayanggg….” Rayu Ina. “Sabar sayangg… mula-mula memang sakit, bila dah biasa nanti lebih sedap dari main depan.. percayalah sayanggg…” pintaku memujuk.

Aku terus menghayun batangku keluar masuk perlahan-lahan. Memang ketat gila. Nasib baik air pelincir membantu, kalau tidak, mau melecet batangku. Agak lama juga aku cuba menyesuaikan hayunan dengan lubang bontotnya yang ketat itu. Hinggalah akhirnya, lubang bontot Ina sudah mendapat timing yang sesuai dengan saiz batangku dan aku terus tujah habis-habisan lubang bontotnya semahu hatiku. “Ohhhh… sedapnya bontot Ina… Tak sia-sia saya nak jadikan awak isteri sayangg.. ohhh sedapnyaaa..” aku menikmati kesedapan. Akhirnya aku memancutkan air maniku bertalu-talu ke dalam lubang bontotnya. Ina mengerang akibat perbuatanku. Selepas habis aku pancutkan benihku di dalam bontotnya, aku cabut keluar dan serentak itu, lubang bontot Ina terus sahaja mengalirkan benihku sambil mengeluarkan bunyi yang pelik. Seperti berak cair bunyinya, namun ianya memang mengghairahkan. Kami tertidur sehingga ke pagi dan tidak ke kelas padi hari itu. Sebaliknya hanya duduk di rumah sambil menikmati lubang bontot Ina sepuas puasnya. Hampir seminggu aku tidak nampak Ina di kelas selepas kejadian itu. Apabila aku tanya rakan-rakannya, mereka memberitahu Ina demam.

Segera aku menulis surat dan aku minta rakan-rakannya menyampaikan kepada Ina dengan alasan, ada beberapa helai assignment aku yang Ina belum pulang dan didalam kertas itu adalah senarai helaian yang aku perlukan, sedangkan aku hanya menulis meminta Ina turun ke bawah pada malam itu untuk melihat sendiri keadaannya kerana risau keadaannya. Aku gam elok-elok surat itu supaya tiada siapa boleh baca. Pada malam itu, Ina turun, aku lihat dia macam biasa. Tak nampak macam demam pun, cuma jalannya sedikit bersepah dan mengangkang. Pasti bahana penangan aku malam hari tu. Dia yang hanya berseluar track brown cerah dan berbaju t shirt serta bertudung putih tersenyum kepadaku. “Sayang juga awak kat saya ye..” katanya sebaik sampai kepadaku. “Dah tentu, awak kan bakal isteri saya” kataku memujuk. “Dengar kata, awak demam, ye ke?” Tanya ku. “Hari tu, demam sikit je, pasal awak lah. Terus senang je saya nak berak, tapi pedih tau.” Katanya sambil mencubit pehaku manja. “Maaf ye sayang, tapi memang itulah yang saya nak dari awak. Kalau awak tak bagi, maknanya saya tak dapat nak cintai awak.. Awak pun tahu kan kenapa saya sukakan awak..” kataku. “Ye saya faham, sekarang ni pun dah ok, tadi saya try masuk jari, dah ok cuma kurang selesa bila berjalan.” Terangnya. “Emm.. dah seminggu saya kumpul air mani ni. Ina nak?” tanyaku. “Kalau Zin bagi, Ina suka je, kat mana?” Tanya Ina. “Kat tangga rumah sewa saya, malam ni saya bagi Ina minum puas-puas, esok saya banjirkan jamban Ina. Jom!” ajakku.

Ina pun menuruti ku menuju ke rumah sewaku. Dan pada malam itu aku memberikan Ina air mani ku. Gembira betul dia mengolom batangku sambil memainkan air maniku di dalam mulutnya selepas aku memancutkannya. Hampir kering kantung zakarku, mana taknya, 3 kali aku klimaks dan semuanya Ina mahu menghirupnya. Tudung yang dipakainya juga bertompok kesan air liurnya dan titisan air maniku. Perlakuan seks kami berlanjutan sehingga final exam. Kami melakukan tidak kira siang atau malam, asalkan line clear dan tempatnya sesuai. Setakat air mani aku bersemadi di dalam mulut dan lubang bontotnya sudah menjadi kebiasaan, malah aku juga pernah terpancut di dalam cipapnya gara-gara terlalu nak cepat, maklumlah kat dalam bilik persalinan pasaraya. Sehinggalah aku grad dan dapat tempat kerja yang jauh dan telefon bimbitku yang hilang, aku terus lost contact dengannya.

Ketika aku sudah grad, Ina masih lagi menyambung pelajaran kerana ada beberapa subjek yang dia terpaksa extend sem. Menyesal juga kerana lost contact dengannya, tetapi apakan daya, bukan jodoh, at least, dapat juga merasa nikmatnya mempergunakan sepenuhnya tubuh perempuan yang mana dia juga sama-sama menikmatinya. Hingga kini aku masih lagi mencarinya, walau pun aku tahu dia tidak cantik, tetapi bontotnya yang besar dan bulat serta tonggek itu menjadikan aku sanggup menjadikannya isteri keduaku jika aku bertemu lagi dengannya… Sekian.

CINTA BERAHI BUAT KAKAK.


Aku ada seorang kakak. Dia merupakan seorang kakitangan kerajaan. Suaminya bekerja sendiri sebagai kontraktor. Memang dia banyak duit. Anaknya pun dah besar-besar.

Kakak aku ni berumur 50 tahun, dah nak bersara lagi beberapa tahun lagi. Kalau tengok dari angka usianya, memang kalian andaikan dia sudah berusia. Tapi sebenarnya dia masih cantik. Dengan wajah putih berseri, kakak ku yang sentiasa bertudung memang kelihatan berusia kerana tubuhnya yang gempal dan berlemak. Buah dadanya tidak setegang zaman mudanya, namun ianya mengkal meski pun sudah melayut. Pasti bergegar jika berjalan.

Peha dan punggungnya yang semakin lebar dengan lemak kelihatan gebu dan montok. Bontotnya mempunyai lentikan yang maut. Jika berjalan tak ubah seperti itik. Senang kata tonggeklah. Peha dia yang gebu tu macam drumstick, nampak sedap menyelerakan.

Perut dia yang berlemak dan bertayar spare nampak membuncit. Tidaklah kelihatan seperti orang yang mengandung, tetapi nampaklah tembamnya hingga ke tundun, dan sudah pastinya membuatkan tubuhnya kelihatan semakin tonggek.

Sejak aku kanak-kanak, kakak ku itulah yang menjadi dewi hati ku. Dan setelah aku akil baligh dan tahu melancap, dialah sumber inspirasi untuk ku melepaskan syahwat ku. Imaginasi hubungan kelamin yang berbagai gaya menjadi objek angan ku dan yang paling menjadi kegemaran adalah persetubuhan melalui punggungnya yang lebar dan tonggek.

Kegilaan ku kepadanya semakin menjadi-jadi hingga aku tergamak melancap ketika melihatnya tidur dan menyemburkan air mani ku ke atas tubuhnya, terutamanya punggungnya. Bukan sekali, malah berkali-kali ku lakukannya. Berkali-kali air mani ku menodai punggungnya dan meninggalkan kesan yang jelas kelihatan setelah ianya kering.

Paling melampau yang telah ku lakukan kepadanya adalah melancap dan memancutkan benih ku ke dalam mulutnya ketika dia sedang tidur dengan mulut sedikit ternganga. Namun, itu adalah kelakuan ku yang ku lakukan ketika aku tingkatan 3. Ketika itu kakak ku baru berumur 35 tahun dan anaknya baru sahaja mencecah 5 tahun. Kelakuan buruk ku itu sentiasa berlaku setiap kali mereka pulang ke rumah ibu bapa ku.

Selepas tamat SPM, aku melanjutkan pelajaran ke luar negara. Pulang setahun sekali dan kadang kala tidak bertemu langsung dengan kakak ku. Ini membuatkan ku rindu kepadanya.

Selama lebih kurang 6 tahun aku diperantauan, aku menemui kakak ku hanya sekali sahaja dan peluang itu tidak ku lepaskan dengan menjamah tubuhnya, terutamanya punggungnya dengan hanya melancap sepuas hati ku. Begitu banyak air mani yang ku tumpahkan di tubuh dan pakaiannya.

Kelakuan kakak ku juga ku lihat semakin mengghairahkan. Dia semakin gemar memakai skirt yang ketat dan sudah pasti tubuh montok kakak ku itu semakin menggiurkan ku. Tidak cukup dengan itu, nafsu ku semakin terangsang dengan gayanya yang semakin gemarkan menonggeng dan melentikkan tubuhnya di hadapan ku. Kelihatan dia seakan menggoda ku. Ia membuatkan aku sentiasa memikirkan pelbagai cara untuk menikmati tubuhnya dan membawa kepada tumpahnya air mani ku di atas tubuhnya yang sedang tidur.

Setiap perbuatan jahat ku lakukan ketika ketiadaan suaminya. Cuti semester tamat dan aku pulang ke luar negara bersama sehelai kain batik lusuhnya yang ku curi dari bakul pakaian kotornya. Itulah pengubat rindu ku tatkala berada di tempat orang. Setiap kali ku rindu, ku cium kain batik itu di bahagian punggungnya. Ku simpan di bekas kedap udara agar baunya tidak hilang.

Kekadang ku fikirkan boleh tahan juga psycho diri ku ini. Dengan hanya kain batiknya, ku sudah membazirkan air mani ku dan menggunakannya untuk melancap dengan membalut zakar ku. Selepas bau punggung kakak ku hilang sama sekali ditenggelami bau air mani ku, baru lah ku cuci dan ku gunakannya sebagai objek melancap ku yang membayangkan persetubuhan dengan kakak kandung ku.

Setelah tamat pengajian dan kerja kursus, aku kembali ke tanah air dan ketika itu umur ku 27 tahun manakala kakak ku 47 tahun. Aku amat terkejut melihat keadaan diri kakak ku yang semakin tembam dan sangat berbeza dari dulu.

Kakak ku yang sudah lama tidak bertemu dengan ku kelihatan seakan malu-malu setelah melihat ku. Anaknya sudah dua orang, seorang sudah pun berumur 17 tahun dan seorang lagi 14 tahun. Kedua-duanya perempuan. Kemontokan tubuh kakak ku membuatkan dia merasa rendah diri dan sering mengatakan dia sudah tua dan gemuk, tidak secantik dahulu.

Namun bagi ku berbeza pula. Aku semakin meminatinya dan tanpa ku sedari, aku semakin menyintainya. Setiap kali ku melihat kakak ku, nafsu ku bergelora di lubuk hati ku. Jiwa ku bergetar menahan gelojak batin seorang adik yang bernafsu kepada kakak kandungnya.

Tubuhnya yang semakin montok berlemak bagaikan mencabar nafsu ku. Apatah lagi apabila ianya berpakaian bagaikan sarung nangka, sendat dan mendedahkan lengkuk tubuhnya, terutamanya apabila kakak ku berkain batik, punggungnya yang licin kerana tidak memakai pakaian dalam kelihatan montok dan bulat.

Lentikkan punggung tonggeknya yang menjadi sumber lancap ku sejak dulu menjadi semakin memberahikan. Perut kakak ku meski pun lebih buncit berbanding dulu, namun ketembaman tundunnya membuatkan ku seringkali menelan air liur ku sendiri. Apatah lagi pehanya yang gebu dan padat itu.

Pertama kali aku melihat kakak ku setelah pulang dari perantauan, aku segera ke tandas di lapangan terbang melepaskan air mani ku. Aku tidak dapat menahan gelora nafsu ku kepada kakak kandung ku itu.

Kakak ku mengajak aku tinggal di banglonya sementara menantikan panggilan kerja dari perbadanan yang membiayai pengajian ku di luar negara. Aku yang banyak menghabiskan masa di rumahnya membantunya membersihkan halaman rumah dan pelbagai kerja-kerja pertukangan mudah yang mampu ku lakukan, lantaran mereka tidak mengambil sebarang pembantu rumah. Sekurang-kurangnya dapat juga aku mengambil hati abang ipar ku.

Meskipun dia seorang lelaki yang baik dan rapat kepada ku, namun aku perlu membalas budi mereka yang mengajak ku tinggal bersama-sama. Hendak tinggal di kampung, yang tinggal hanya abang ngah dan keluarganya. Mak dan ayah sudah lama meninggal dunia.

Sepanjang aku bersendirian di rumah, aku mengambil peluang menjalankan misi memuaskan nafsu ku. Aku masuk ke dalam biliknya, ku buka almarinya dan ku temui deretan baju kurung serta kebaya milik kakak ku. Mata ku tertarik kepada sepasang baju kurung sutera licin yang ku lihat pernah dipakai kakak ku sewaktu menjemput ku pulang di airport. Baju yang membaluti tubuh montok kakak ku dengan sendat hingga membuatkan aku melancap di tandas airport.

Aku buka seluar ku dan ku lancapkan zakar ku menggunakan kainnya yang lembut itu. Di fikiran ku terbayang kemontokan tubuh kakak kandung ku yang berpunggung tonggek dan lebar itu. Aku membayangkan kelembutan daging punggungnya yang berlemak dinikmati zakar ku. Aku cium baju kurung itu sedalam-dalamnya. Zakar ku keras dilancap menggunakan kain sutera yang licin dan lembut.

Aku teruskan melancap menggunakan baju kurung sutera kakak ku hinggalah akhirnya aku melepaskan air mani ku membasahi baju kurung kakak ku, tepat di bahagian punggungnya. Biar nanti dia pakai baju kurung itu bersama bekas air mani ku.

Pada petangnya, sewaktu anak-anak saudara ku kembali ke sekolah atas aktiviti sukan, aku kembali menceroboh bilik kakak ku. Aku selongkar almari pakaiannya dengan berhati-hati agar tidak nampak bersepah. Aku menjumpai pelbagai jenis tudung milik kakak ku di dalam laci.

Mata ku tertarik kepada tudung satin berwarna kuning yang pernah dipakai kakak ku sewaktu aku pulang cuti semester dahulu. Malah, kerana tudung itulah aku berkali-kali melancap sewaktu pulang cuti semester hingga air mani ku memancut di wajahnya di dalam angan ku. Aku ambil kain tudung satin berwarna kuning itu dan ku cari lagi apa-apa yang boleh ku curi untuk memuaskan nafsu ku.

Mata ku tertumpu kepada lipatan berbagai jenis kain batik basahan. Aku memilih salah satu yang seringkali membuatkan nafsu ku bergelora tidak menentu dan yang sering membuatkan air mani ku meledak dilancap sendirian.

Aku terpikat dengan salah satu kain batik yang dipakainya beberapa hari lepas, kain batik yang membuatkan air mani ku dibazirkan buat kali pertama sejak ku tinggal di rumah kakak ku lantaran keberahian melihatkan tubuh kakak ku yang montok dan melentik tonggek dibaluti kain batik yang ku maksudkan.

Ku tutup almarinya dengan sempurna dan ku bawa kedua-dua kain tersebut ke dalam bilik ku dan terus sahaja ku setubuhi zakar ku yang keras dengan kain tudung satin kuning milik kakak kandung ku. Ku kocok zakar ku perlahan-lahan bagi menikmati kelembutan dan kelicinan tudung satin yang menyelimuti zakar ku. Zakar ku menegang dengan penuh kenikmatan.

Wajah kakak ku yang memakai tudung satin kuning itu bermain-main di fikiran. Bayangan tudung yang licin membaluti kepala kakak kandung ku itu sungguh memberahikan ku. Aku menyeru namanya di dalam kenikmatan. Ku bayangkan mulut comelnya menghisap zakar ku. Kepalanya yang bertudung satin kuning yang licin itu ku bayangkan turun naik mengulum segenap zakar keras ku sambil ku sebut namanya berkali-kali lantaran kesedapan.

Akhirnya ku lepas kan air mani ku hingga tudung satin kuning milik kakak ku itu habis lecun dengan air mani ku yang baunya kuat memenuhi bilik ku. Aku terkujat-kujat disaat ku rocoh tudung satin licin itu di zakar ku. Air mani ku memancut penuh keghairahan.

Aku sebut nama kakak ku perlahan bersama kenikmatan. Nikmatnya melancap menggunakan tudung satin milik kakak kandung ku. Aku kepenatan dan terlena sendiri.

Esoknya, sewaktu aku sendirian lagi di rumah, aku pulangkan kain batik kakak ku yang menjadi pengubat rindu ku sewaktu berada di luar negara. Kain batik lusuh yang penuh dan hamis dengan bau air mani ku itu ku letakkan di dalam longgokan pakaian kotor kakak ku. Kain batik dan tudung satin yang ku curi semalamnya masih berada di dalam simpanan ku.

Namun hati ku berdebar di saat ku terlihat sesuatu di dalam bakul pakaian kotor itu. Kelihatan, baju kurung sutera yang menjadi mangsa lancapan ku pada pagi semalamnya berada di dalam bakul pakaian kotor. Sedangkan kakak ku masih belum lagi memakainya. Adakah kakak ku dapat mengesan perbuatan ku.

Ku belek baju kurung sutera itu untuk kepastian. Sah, memang itulah baju kurungnya. Kesan air mani yang bertompok besar di bahagian punggungnya membuktikannya. Aku serta merta gugup. Patutlah dari malam tadi sampailah ke pagi tadi, kakak ku asyik senyum meleret kepada ku.

Aku pada mulanya agak hairan dengan senyumannya, namun tidak ku endahkan lantaran malam tadi pun kakak ku hanya memakai baju kelawar yang besar dan kurang menarik minat nafsu ku. Rupa-rupanya dia senyum kerana sudah tahu akan perbuatan ku. Langsung aku teringat akan kain batik serta tudung satin yang ku curi dari simpanan kakak ku semalamnya. Aku sedapkan hati bahawa dia tidak tahu akan hal tersebut.

Petangnya, kakak ku pulang dari kerja dan ku lihat dia mencuci pakaian di dapur. Dari pangkin yang terletak di luar belakang banglonya, ku lihat sahaja kelakuan kakak ku mencuci pakaian. Tubuhnya yang masih sendat dibaluti baju kurung sutera kerana baru pulang dari kerja itu nampak mengghairahkan ku, lebih-lebih lagi kedudukan ku membolehkan aku melihatnya seluruh tubuh dan perbuatannya dari sisi. Maka, sudah tentu lentikan tubuhnya dan punggungnya yang tonggek itu menjadi perhatian utama ku.

Perhatian ku kemudiannya tertarik kepada perbuatan kakak ku yang kelihatan seakan terkejut dan matanya tertumpu kepada sesuatu yang berada di dalam tangannya. Ku perhatikan, kakak ku rupa-rupanya sedang melihat kepada kain batik lusuh yang ku letakkan di bakul pakaian kotornya pagi tadi. Dia belek-belek kain batik itu dan ku lihat dia menghidu kain itu seakan ingin mengetahui bau apa yang menusuk hidungnya. Kemudian dia tersenyum dan memasukkan kain batik itu ke dalam mesin basuh.

Setelah kakak ku siap memasukkan pakaian dan mesin pun mula mencuci, kakak ku melemparkan pandangan ke luar dan matanya tepat memandang ke arah ku yang sedang memerhatikan setiap perbuatannya. Kakak ku tersenyum kepada ku, wajahnya kelihatan sungguh ceria. Kemudian dia berlalu hingga hilang dari pandangan ku.

Pada satu hujung minggu, setelah aku bangun dari tidur dan mandi, aku menuju ke dapur untuk bersarapan. Rumah sungguh sunyi tanpa suara anak-anak saudara ku. Yang kelihatan hanyalah kakak ku berada di dapur sedang membakar roti. Ku tanyakan kepada kakak ku ke mana perginya semua orang. Kakak ku mengatakan anak-anaknya dan suaminya pergi shopping di pusat bandar. Jadi maknanya hanya tinggal kami berdua sahaja ketika itu. Sambil bersarapan, mata ku tak jemu memandang kakak ku.

Tubuh gebunya yang sendat dengat t-shirt menyerlahkan kemontokan tubuhnya. Malah, punggungnya nampak sendat memakai kain batik lusuh yang pernah menjadi bahan lancap ku dan dipenuhi air mani ku sewaktu di luar negara dulu. Lentikan punggungnya menyerlahkan betapa tonggeknya punggung kakak ku.

Kakak ku kelihatan sengaja menyelakkan bajunya yang sendat itu ke pinggang seakan mempamerkan punggungnya untuk menjadi tatapan ku. Kemudian kakak ku bertanya, mengapa aku melihatnya tak henti-henti.

Aku tergamam dengan soalannya, aku hanya mengatakan tiada apa-apa. Kemudian dia bertanyakan adakah kerana kain batik yang dipakainya itu. Aku hanya diam. Dia bertanya lagi kepada ku kenapa kain batiknya penuh dengan air mani sambil senyuman tak henti terukir di bibirnya. aku tidak tahu apa hendak dijawab lagi. Aku hanya diam.

Kemudian dia bertanya lagi, mengapa aku menggunakan baju kurung suteranya untuk melancap dan mengapa tidak melancap sahaja dihadapannya. Hati ku berbelah bahagi dengan soalannya itu.

Aku akui, memang aku cukup bernafsu ketika itu. Kakak ku melemparkan ku dengan soalan-soalan yang cukup sukar untuk ku jawab. Malah, dia juga melentik-lentikkan tubuhnya seakan menggoda ku. Lebih teruk lagi, dia mengatakan kenapa tidak ku lancap sahaja di hadapannya. Sungguh tercabar nafsu ku ketika itu. Sesungguhnya zakar ku keras yang teramat sangat di dalam seluar pendek sukan ku.

Ku bangun dari kerusi dan aku hampiri kakak ku. Dia melihat zakar ku yang membonjol di seluar pendek sukan ku. Dia hanya tersenyum dan ku lihat dia juga turut menelan air liurnya sendiri. Ku rapatkan tubuh ku ke sisi tubuhnya membuatkan zakar ku mencucuk pinggulnya. Ku lakukan berkali-kali.

Kakak ku dengan lembut memegang zakar ku yang membonjol di dalam seluar pendek ku. Dia merocohnya perlahan sambil matanya melihat mata ku dalam. Aku hampiri wajahnya dan aku kucup bibir kakak ku. Kakak ku memejamkan mata dan menerima kucupan ku. Kami berkucupan seakan-akan bukan adik beradik kandung.

Aku memberanikan diri memegang pinggulnya dan ku ramas-ramas daging yang lembut berlemak itu. Kakak ku lantas memeluk ku. Zakar ku terus rapat menghimpit perut buncitnya. Tubuh montok kakak kandung ku akhirnya berada dalam dakapan ku. Aku kucup rambutnya dan ku ciumi telinganya. Ku ucapkan kata-kata sayang dan rindu yang mendalam kepadanya. Aku juga turut meluahkan betapa aku benar-benar mencintainya sejak aku mengenalinya sebagai kakak kandung ku sejak dari kecil lagi.

Kakak ku mendongak memandang wajah ku. Senyuman terukir di bibirnya. Pipinya yang gebu ku elus manja. Ku kucup keningnya yang nipis. Kemudian sekali lagi kami berkucupan dan berpelukan. Zakar ku kuat menekan perut kakak ku yang berlemak. Sambil mengucupnya dalam pelukan, aku singkap kain batik yang sendat membaluti punggungnya ke pinggang.

Ku raba punggung tonggeknya, tiada tanda-tanda kewujudan seluar dalam tersarung di tubuhnya. Kakak ku menggelek-gelek punggungnya seakan malu dengan perbuatan ku. Dia melepaskan bibirnya dari mulut ku. Dengan senyum-senyum malu, dia ketawa kecil dan cuba menurunkan kembali kain batik lusuhnya yang ku singkap tadi. Kelihatan dia malu-malu kepada ku.

Aku tarik tangannya ke arah zakar ku yang keras di dalam seluar pendek ku. Kakak ku memegang zakar ku dan melancapkan ku dengan seluar pendek sukan ku masih menyarung zakar ku. Aku lorotkan seluar pendek ku hingga terlucut ke lantai. Kakak ku memegang zakar ku lembut. Dia mendongakkan wajah melihat ku. Sambil tersenyum dia berkata zakar ku semakin gagah. Aku diam melihat kakak ku melancapkan zakar ku.

Ku paut pinggang kakak ku yang berlemak. Punggungnya yang tonggek ku raba dan ramas penuh perasaan dan keberahian. Zakar ku semakin menegang di dalam genggaman kakak kandung ku. Ku cium lehernya dan seterusnya ku hidu aroma tubuhnya. Keberahian ku semakin membuak-buak. Ku sebut nama kakak ku berkali-kali sambil menyatakan perasaan nikmat yang ku kecapi dilancap tangannya yang lembut.

Kakak ku dengan masih tersenyum mengatakan zakar ku nakal kerana suka main pancut-pancut di pakaiannya. Aku hanya tersengih mendengar kata-katanya. Kakak ku menyingsing kain batik lusuh yang dipakainya ke atas. Kemudian sebahagian kainnya yang lembut itu digunakan bagi menutupi zakar ku. Terangguk-angguk zakar ku keberahian akibat pergeselan antara kepala takuknya dengan kain yang lembut itu.

Aku mendesah gelisah hasil perbuatan kakak ku. Zakar ku kelihatan menongkat kain batik kakak ku yang menutupinya. Kakak ku kemudian melakukan sesuatu yang sememangnya ku nanti-nantikan.

Tangannya yang lembut itu pun lantas memegang zakar ku yang diselumuti kain batik lusuhnya. Zakar ku di rocoh perlahan-lahan di dalam balutan kain batiknya yang pernah menjadi objek nafsu ku dahulu. Nafsu ku serta merta menggunung tinggi angkara tangan kakak ku yang lembut merocoh zakar ku.

Ku lihat kakak ku takjub melihat bonjolan zakar ku yang dilancap di dalam kainnya. Tidak ku tahu apakah perasaannya memegang kemaluan adik kandung sendiri yang keras itu, malah sedang melancapkannya dalam gelombang syahwat. Ku usap perut buncit kakak ku yang berlemak. Punggungnya sekali lagi ku ramas.

Timbul keinginan ku untuk menyetubuhi kakak ku dengan lebih serius dan melepaskan air mani ku di dalam tubuh saudara kandung seibu sebapa ku itu. Ku meminta untuk mengucup punggungnya yang ku gilakan sejak kecil. Kakak ku mengizinkan dan melepaskan zakar ku dari genggamannya.

Langsung ku terus membongkok di belakangnya dan menciumi belahan punggungnya yang dibaluti kain batik lusuh itu. Ku hidu aroma punggung yang selama ini hanya menjadi sasaran air mani ku di atasnya. Perlahan-lahan ku singkap kain batiknya ke atas. Kakak ku menundukkan tubuhnya dan memaut mesin basuh bagi memudahkan perbuatan ku.

Kain batiknya yang ku selak ku sangkutkan ke pinggangnya. Kucupan sayang dari seorang adik yang psycho akan ketonggekkan punggung kakak kandungnya hinggap di permukaan kulit punggung kakak. Ku hidu segenap punggungnya yang berlemak dan berselulit itu. Ku jilat daging montok yang selama ini menjadi tempat persetubuhan ku di dalam angan-angan. Jilatan ku maju ke belahan punggungnya. Lubang dubur kakak kandung ku itu seakan bergerak-gerak sendiri.

Ku dekatkan wajah ku dengan lubang duburnya dan ku kucup laluan najis kakak kandung ku itu. Kakak ku merengek kecil dan berkata dia kegelian diperlakukan begitu. Ku jilat lubang najisnya. Ku sedut air liur ku yang mencuci laluan beraknya. Kakak ku melentikkan punggung menandakan dia juga seronok lubang duburnya dijilat oleh adik kandungnya.

Aku meludah beberapa kali di pintu gua najisnya. Niatku agar laluan masuknya mudah dan tidak menyakitkan kekasih kandung ku itu. Aku bangun dan ku rapatkan zakar ku di belahan punggungnya. Zakar ku di tekan punggungnya hingga tenggelam di belahan daging punggungnya yang berlemak dan lebar.

Ku bisikkan di telinganya bahawa punggungnya kelihatan semakin menarik. Kakak ku bertanya kepada ku, menarik yang macam mana maksud ku. Ku katakan kepadanya bahawa punggungnya semakin tonggek dan besar serta membuatkan ku semakin tidak keruan. Kakak ku hanya ketawa kecil.

Kemudian ku hunuskan zakar ku ke pintu keluar najisnya yang ku jilat tadi. Kakak ku merintih halus disaat kepala zakar ku menekan lubang duburnya. Kakak ku mengeluh panjang sebaik kepala zakar ku menceroboh lubang kumbahan miliknya.

Kakak ku meminta ku berhenti sebentar dan ku turuti kemahuannya. Dengan seluruh kepala kemaluan adiknya yang masih melekat di lubang punggungnya, kakak ku membetulkan kedudukannya berdiri. Kedua-dua sikunya menongkat tubuhnya di atas mesin basuh di kedudukan yang paling selesa baginya. Sementara tubuhnya semakin dilentikkan mengikut keselesaan duburnya menerima sulaan zakar adik kandungnya.

Kemudian kakak ku meminta ku meneruskan namun dengan perlahan-lahan. Aku pun dengan lembut menekan dan mengensot zakar ku dengan perlahan sehinggalah seluruh kemaluan ku hilang di dalam terowong kumbahan najis milik tubuh kakak ku.

Ku biarkan zakar ku di peram sejenak di dalam lubang idaman ku itu. Aku tekan-tekan zakar ku hingga peha ku rapat di punggungnya. Kemudian ku terus tarik zakar keras ku hingga hampir keluar dari lubang nikmat terlarang itu dan ku kembali menusuknya jauh ke dalam laluan sempit itu hingga ke pangkal zakar ku. Kakak ku mengerang kuat.

Ku lakukan sekali lagi dan dia mengerang lagi. Tanpa berfikir panjang, ku terus sorong tarik zakar ku di lubang dubur kakak ku. Kakak ku melolong kuat kerana duburnya di liwat laju oleh ku. Ku peluk tubuh gempalnya dan ku hayun zakar ku ke dalam punggung tonggeknya yang berlemak itu.

Aku sungguh ghairah meliwat dubur kakak kandung ku itu. Malah ku nikmatinya tanpa memerlukan paksaan. Zakar ku keluar masuk lubang yang secara normalnya hanya menjadi tempat najis di keluarkan. Mungkin kerana bentuk punggung kakak ku yang tonggek, malah lebar dan bulat berlemak, bersama persembahannya yang sentiasa tampil sendat dan seksi dihadapan ku membuatkan ku hilang kewarasan hingga tergamak meliwat kakak kandung ku sendiri.

Aku lunaskan keberahian yang selama ini ku pendamkan. Ku hayun zakar keras ku bertalu-talu ke dalam dubur kakak ku yang tonggek dan lebar. Wanita yang ketika itu berusia 47 tahun, bertubuh montok dan berpunggung tonggek, isteri orang dan juga ibu kepada 2 orang anak perempuan kelihatan sedang menonggeng di mesin basuh membiarkan punggung lentiknya di liwat oleh adik kandungnya sendiri. Di wajahnya ku lihat raut kesengsaraan dan keberahian silih berganti dalam henjutan tubuhnya yang sedang ku tunggang.

Kemudian kakak ku meminta ku agar segera memuntahkan benih ku. Aku menanya kepadanya ingin ku lepaskan benih ku di mana. Kakak ku memberitahu ku bahawa aku boleh melepaskan air mani ku di mana-mana sahaja yang ku ingini.

Dengan punggung lebarnya yang semakin melentik itu, nafsu ku semakin hilang kawalan. Rengekan suaranya yang meminta ku melepaskan air mani membuatkan aku semakin tidak keruan. Punggung tonggeknya semakin menolak zakar ku menusuk lebih dalam. Aku keberahian di tahap paling maksima.

Dubur empuk kakak kandung ku yang lebar berlemak itu ku tujah semakin laju. Zakar ku keras bak kayu, menusuk lubang dubur yang enak dan berselulit itu. Gegaran punggung tonggeknya semakin memaksa air mani ku untuk segera keluar dari kantungnya.

Ku katakan kepadanya bahawa aku ingin lepaskan air mani di dalam duburnya. Kakak ku meminta agar aku meneruskan keinginan ku. Berkali-kali dia meminta ku menyemai benih ku di dalam lubang najisnya yang selalu ku idamkan itu. Aku sudah tidak mampu lagi bertahan.

Akhirnya tumpah jua benih adik kandungnya ini di dalam lubang najisnya. Aku menolak zakar ku jauh ke dalam lubang dubur kakak ku. Ku bagaikan menikmati satu gelombang kenikmatan yang tiada taranya. Aku bagaikan berada di khayalan. Zakar ku memancut-mancutkan benih zuriat ku ke dalam dubur kakak kandung ku sendiri.

Kerana kenikmatan yang begitu agung ku rasakan ketika itu, ku luahkan segala perasaan sayang dan cinta ku kepada kakak ku. Ku luahkan betapa aku menggilai tubuh montoknya yang melentik itu. Ku luahkan kepadanya betapa ku sungguh bernafsu kepada punggungnya yang tonggek itu dan ingin menikmatinya setiap hari.

Kakak ku hanya mampu diam menerima curahan air mani ku yang memancut-mancut laju dari zakar keras ku. Hanya hembusan nafasnya yang kencang dapat ku dengari. Kakak ku membiarkan aku menghabiskan sisa-sisa air mani ku yang terakhir di dalam duburnya. Dia melentikkan punggungnya dan mengisar zakar ku seakan mahu ianya menyemburkan air zuriat ku lebih dalam.

Kakak ku pun menarik punggungnya ke hadapan selepas zakar ku tidak lagi berdenyut di dalam lubang punggungnya. Sebaik sahaja zakar ku tercabut dari lubang kumbahan najis kakak ku, mengalirlah air mani ku laju dari lubang duburnya. Bunyi decitan jelas kedengaran dari muara duburnya yang dibanjiri air mani ku.

Kakak ku menutup lubang punggungnya dengan telapak tangannya dan berlari anak menuju ke tandas. Aku hanya melihat dalam keadaan kelelahan. Dari luar tandas, ku dengar bunyi-bunyian cirit birit memenuhi ruang tandas berserta diselangi bunyi kentut. Sungguh lucah sekali bunyinya dan aku sungguh teruja dengan hasil nafsu ku.

Tidak lama kemudian kakak ku keluar dari tandas dengan wajah yang kusut. Nampak jelas dia juga kelelahan. Bibirnya cuba untuk senyum namun kelihatan payah. Jalannya juga bersimpang siur dan menonggeng serta terkangkang.

Aku pimpin kakak ku menuju ke ruang tamu. Ku baringkan dia di atas sofa panjang. Kakak ku menarik leher ku dan mengucup pipi ku dalam keadaan yang lemah. Dia berbisik agar biar pecah di perut, jangan pecah di mulut.

Aku faham dan memberikannya jaminan bahawa perkara itu tidak akan bocor kepada sesiapa pun. Ku usap ubun-ubunnya dan ku kucupi dahinya. Aku temani dia yang lemah diliwat oleh ku hingga kakak ku terlena. Aku biarkan kakak ku lena di sofa panjang dan aku naik ke bilik ku.

Bilik air ku buka dan seluruh tubuh ku cuci. Zakar ku yang telah bergelumang di dalam laluan najis kakak kandung ku itu ku cuci demi menjaga kebersihan dan keselamatannya.

Sejak dari hari bersejarah itulah, maka secara rasminya aku dan kakak ku menjadi loving couple yang paling hangat di ranjang. Meski pun kakak ku itu merupakan seorang ibu kepada 2 orang anak, serta isteri kepada seorang suami, namun ianya tidak menghalang kami untuk mengecapi persetubuhan sumbang mahram yang mengasyikkan.

Malah setiap kali pulang dari pejabat, jika aku berada di rumah sewa yang ku diami sekarang, kakak ku pasti akan datang bersama alasan menjenguk adik bujangnya ini. Walau pun hakikatnya, kehadirannya hanyalah demi tuntutan nafsu semata-mata.

Kakak ku akui, layanan yang ku berikan kepadanya beratus kali ganda lebih baik daripada yang diterima dari suaminya. Meski pun tidak membuahkan hasil, sekurang-kurangnya kakak ku puas dengan pukulan nafsu adik kandungnya yang begitu berahi kepadanya ini. Namun apa yang paling menggembirakan ku adalah, dia tahu selera ku terhadap pakaian-pakaian yang membaluti tubuhnya.

Maka tidak hairanlah selain dari pakaian-pakaian ku, pakaian-pakaian kakak ku juga turut memenuhi almari pakaian di rumah sewa ku. Sudah pastinya, pakaian-pakaian tersebut antara yang menjadi kegemaran ku seperti kain-kain batiknya, baju-baju kurung satin serta sutera miliknya berserta tudung-tudung satin dan baju-baju t-shirt yang sendat dan jarang.

Setiap kali bertemu, air mani ku memang tidak pernah dibazirkan. Sekiranya tidak mengisi lubang duburnya, pasti ianya akan mengisi lubuk bunting atau pun di lahap mulutnya yang sentiasa dahagakan minuman air zuriat yang pekat dan mengenyangkan seleranya itu bersama-sama pakaian-pakaian keberahian ku yang membaluti tubuh montoknya.

Sepanjang tiga tahun kami menjalinkan hubungan kelamin adik beradik yang bagaikan suami isteri ini, amat jarang sekali kami bersetubuh tanpa seurat benang. Aku lebih gemarkan menyetubuhi kakak kandung ku dalam dirinya dibaluti pakaian-pakaian yang mengghairahkan ku.

Kakak ku faham akan kehendak ku dan sebenarnya dia juga dapat merasakan penangan ku sungguh hebat dan mengasyikkan sekiranya tubuhnya dibaluti pakaian-pakaian yang ku mahukan. Maka tidak hairanlah dia sering meminta pendapat ku tentang pakaian-pakaian baru yang dipakainya, samada adakah ianya menarik untuk ku atau tidak.

Beberapa bulan lepas kakak ku menginap di rumah sewa ku selama seminggu. Demi rindunya dan keberahiannya kepada ku, dia sanggup membohongi keluarganya dengan mengatakan bahawa dia mengikuti kursus di sebuah pulau peranginan. Walhal, sebenarnya kakak ku ingin berbulan madu bersama ku berdua di rumah sewa ku tanpa ada apa-apa halangan.

Aku pergi kerja ada yang membuatkan sarapan untuk ku. Aku pulang kerja ada yang menyajikan makan malam untuk ku. Hidangan batin tidak perlu lagi di nyatakan, kerana terlalu kerap kami melakukannya tidak kira walau di mana sahaja dan bila-bila masa sahaja sekali pun.

Malah pernah aku sanggup pulang sebentar ke rumah sewa ku sewaktu rehat tengahari semata-mata ingin menikmati hidangan tengahari yang melazatkan berupa tubuh seorang kakak kandung yang montok dan dibaluti baju kurung satin yang sendat. Hasilnya adalah, aku pulang ke pejabat dalam keletihan beserta beberapa kesan gigitan cinta di leher ku yang akhirnya menjadi usikan teman-teman sepejabat ku.

Aku tidak tahu sampai bilakah hubungan cinta terlarang ini akan berakhir. Walau pun kakak ku pernah mengajukan persoalan ini kepada ku, namun aku sukar untuk memberikan jawapannya lantaran aku begitu mencintainya dan aku ingin hidup bersama dengannya serta tak mahu kebahagiaan ini lenyap begitu sahaja.

Cinta dan keberahian ku kepadanya meluap-luap dan tidak pernah kurang meskipun ke sedari usianya semakin meningkat beserta ciri-ciri fizikalnya yang kini lebih mirip atau lebih sesuai untuk digelar 'makcik'. Mungkin keberahian yang terpendam sejak dari kecil membuatkan cinta dan nafsu ku kepadanya adalah sesuatu yang hakiki dan tidak mungkin akan dapat dipisahkan lagi.

Sesungguhnya hanya masa yang mampu memberikan ku jawapan yang sebenar. Selagi air mani ku masih lagi mampu memenuhi terowong najis di punggung tonggeknya itu, selagi itulah aku kan terus berahi kepadanya.